Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerhati Isu Perempuan: Sunat Perempuan Hanya Tradisi Masyarakat

Kompas.com - 05/10/2021, 16:47 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ulama pemerhati isu perempuan, KH Husein Muhammad menilai, sunat perempuan hanya merupakan tradisi dalam masyarakat.

Berdasarkan hasil rekomendasi para ulama sedunia di Kairo, Mesir pada 2006, kata dia, para ahli spesialis di bidang masing-masing menyepakati bahwa sunat perempuan adalah tradisi kuno.

"Sunat perempuan juga memiliki hukum bersifat haram jika menimbulkan mudarat (kerugian) berganda atas fisik dan psikologi pada perempuan," ujar Husein dalam acara Diseminasi Hasil Penelitian Praktik Pemotongan dan Perlukaan Genital Perempuan (P2GP) di Provinsi Lampung dan Provinsi Sulawesi Tenggara, dikutip dari siaran pers, Selasa (5/10/2021).

Baca juga: Pemerintah Daerah Diminta Cegah dan Lindungi Masyarakat dari Sunat Perempuan

Husein juga mengusulkan agar negara membuat regulasi pelarangan praktik sunat perempuan.

Bahkan, ia mengusulkan adanya sanksi bagi siapa saja yang melakukan praktik sunat perempuan.

"Hal ini merupakan bentuk tindakan dan tanggung jawab pemerintah dalam menjamin kemaslahatan rakyatnya," kata dia.

Sementara itu, pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan komitmennya untuk mencegah praktik sunat perempuan.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA Indra Gunawan mengatakan, sinergi berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, media massa, termasuk generasi muda dalam pencegahan sunat perempuan perlu dilakukan.

“Pemerintah Indonesia secara serius berkomitmen mencegah terjadinya praktik sunat perempuan (P2GP), hal ini diperkuat dengan hadirnya roadmap dan rencana aksi pencegahan P2GP dengan target hingga 2030 yang telah disusun Kementerian PPPA bersama pihak terkait," kata Indra.

Baca juga: Menteri PPPA Tegaskan Pemerintah Serius Cegah Sunat Perempuan

Dia mengatakan, pemerintah pusat juga mendorong pemerintah daerah untuk mencegah dan melindungi perempuan dari praktik sunat perempuan.

Menurut dia, mencegah sunat perempuan yang membahayakan merupakan tugas bersama seluruh pihak.

"Hal tersebut dapat dilakukan melalui advokasi kepada masyarakat serta mendorong pemerintah daerah untuk melindungi perempuan dari praktik berbahaya sunat perempuan," kata Indra.

Ia juga menilai, semua pihak perlu bekerja sama untuk mengubah paradigma tentang sunat perempuan dalam masyarakat.

Indra mengatakan, ruang lingkup upaya pencegahan yang dapat dilakukan sangat luas.

Baca juga: Sunat Perempuan, Isu yang Konsisten Diperjuangkan Nawal El Sadaawi

Dengan demikian, sinergi berbagai pihak pun penting dilakukan, termasuk dalam membantu pemerintah daerah melaksanakan pencegahan.

"Masalah sunat perempuan menjadi perhatian bersama pemerintah dan pihak lainnya untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017, khususnya pada tujuan menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan," ucap Indra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

Nasional
Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com