JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Habiburokhman mengatakan, tingkah laku atau sikap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan selalu menjadi sorotan publik, terlebih jika menimbulkan polemik.
Hal itu ia sampaikan dalam merespons hasil survei Indikator Politik yang menunjukkan rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap DPR.
"Apa pun yang terjadi sama kita, itu akan sangat mudah diekspos, kemudian ada yang mempolitisasi juga, jadi bulan-bulanan kita," kata Habiburokhman, saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/9/2021).
Baca juga: Perilaku Koruptif Anggota DPR dan Parpol Dinilai Ciptakan Jarak dengan Masyarakat
Ia mencontohkan soal pengadaan multivitamin dengan anggaran Rp 2 miliar yang sempat ramai dibicarakan.
Padahal, ia mengatakan, pengadaan multivitamin tersebut untuk para pegawai atau staf, petugas pengamanan dalam (pamdal), petugas kebersihan dan office boy di DPR.
"Tapi kan kita sudah jadi bulan-bulanan. Di-bully habis-habisan tanpa dikonfirmasi," imbuh dia.
Terkait tingkat kepercayaan publik yang rendah karena produk hukum yang dihasilkan, Habiburokhman mengatakan, manfaat dari regulasi baru bisa dirasakan setelah beberapa lama.
"Saya lihat, kita sulit mengeluarkan keputusan yang secara instan disukai oleh masyarakat. Perlu beberapa waktu keputusan atau produk DPR ini terasa manfaatnya. Contoh paling konkret soal Perppu Nomor 1 Tahun 2020 terkait Covid-19," ungkapnya.
Baca juga: Kepercayaan Publik pada Jokowi dalam Tangani Corona Rendah, Apa Dampaknya?
Dia menjelaskan, pada awalnya persetujuan perppu tersebut dikecam oleh sejumlah pihak karena dianggap dapat meloloskan pelaku tindak pidana korupsi dana penanganan Covid-19.
Namun, kata Habiburokhman, ada kasus tindak pidana korupsi terkait anggaran penanganan Covid-19 yang tetap diadili.
"Seperti kasus Pak Juliari dan kemudian di berbagai daerah juga tetap bisa diproses hukum. Faktanya sekarang pemerintah lebih mudah bergerak dan dengan kemudahan di perppu itu merespons penyelesaian pandemi," ucapnya.
Di sisi lain, ia juga mengeklaim bahwa DPR merupakan lembaga yang tidak pernah mengkriminalisasi terhadap para pengkritik. Anggota Komisi III itu berpandangan, DPR selalu terbuka menerima kritik publik.
"Kita enggak pernah ada orang yang mengkritik DPR lalu mendapat masalah hukum. Orang bebas mengekspresikan, orang lebih jujur soal DPR, menyampaikan ketidaksukaan atau ketidakpuasan mereka," tutur dia.
Baca juga: Merosotnya Kepercayaan Publik pada KPK...
Meski demikian, dia mengapresiasi lembaga survei yang telah merekam tingkat kepercayaan publik yang disebut rendah.
Menurutnya, hasil survei itu akan dijadikan pembelajaran dan evaluasi bagi DPR untuk dapat lebih baik dalam kinerja ke depannya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan survei Indikator Politik, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR sebesar 50 persen. Kemudian, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik juga rendah, yakni 48 persen.
Selanjutnya, DPD dengan tingkat kepercayaan 52 persen, MPR 57 persen, kejaksaan 61 persen, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 65 persen.
Dalam konferensi pers daring, Minggu (26/9/2021), Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, tidak mengherankan jika tingkat kepercayaan terhadap DPR dan partai politik selalu rendah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.