Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang Kompas, Mayoritas Responden Ingin Pemerintah Ratifikasi Konvensi Perlindungan dari Penghilangan Paksa

Kompas.com - 30/08/2021, 11:04 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan mayoritas responden ingin pemerintah segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Orang dari Penghilangan Paksa.

Dikutip dari Harian Kompas, Senin (30/8/2021), 76 persen responden menyatakan setuju jika pemerintah segera melakukan ratifikasi, sementara 10,5 persen tidak setuju, dan 13,5 persen menyatakan tidak tahu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengajak seluruh negara untuk memerangi impunitas pada kejahatan penghilangan paksa dan menjamin hak semua orang dari kejahatan penghilangan paksa melalui Konvensi Internasional perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (CPED).

Baca juga: Survei Litbang Kompas: 42,9 Persen Responden Tak Yakin soal Penuntasan Kasus Penghilangan Paksa

Menurut peneliti Litbang Kompas Arita Nugraheni, sebagian besar responden dalam jajak pendapat berharap negara segera ikut meratifikasi CPED demi menghadirkan jaminan pada setiap orang atas hak dilindungi dari penghilangan paksa.

Adapun CPED diinisiasi pada 20 Desember 2006 di New York, Amerika Serikat. Saat ini Indonesia baru menandatangani perjanjian tersebut, tapi belum melakukan ratifikasi.

Dengan demikian, Indonesia berkomitmen mengambil langkah perlindungan hak semua orang dari penghilangan paksa, tapi tidak terikat secara hukum.

Tercatat sampai 27 Agustus 2021, ada 64 negara sudah meratifikasi konvensi tersebut. Sudan merupakan negara terakhir yang melakukan proses ratifikasi.

Sementara dii kawasan Asia Tenggara hanya Kamboja yang sudah melakukan ratifikasi pada 2013.

Baca juga: Pemerintah Didesak Ratifikasi Konvensi Internasional soal Penghilangan Paksa

Selain itu, hasil jajak pendapat juga menunjukkan sebanyak 42,9 persen responden merasa tidak yakin pemerintah dapat menyelesaikan berbagai kasus penghilangan orang secara paksa.

Beberapa kasus terkait penghilangan orang secara paksa antara lain Tragedi 1965, Timor Timur, penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, pembantaian Talangsari, penembakan misterius, kerusuhan Tanjung Priok, penculikan aktivis 1997-1998, dan operasi militer di Papua.

Terdapat dua kasus yang menjadi sorotan utama responden yaitu Tragedi 1965 dan penculikan aktivis 1997-1998.

Sebanyak 50,9 persen responden menyebut tragedi 1965 belum tuntas sampai kini. Sementara 43,5 responden menilai pemerintah belum serius menangani kasus penculikan aktivis 1997-1998.

Baca juga: Lingkaran Kekerasan yang Tidak Pernah Putus...

Arita memaparkan, DPR dan Mahkamah Agung telah memberikan rekomendasi agar pemerintah merehabilitasi korban-korban tragedi 1965, tapi permintaan maaf pada keluarga korban tak kunjung dilakukan pemerintah.

Pemerintah juga tak kunjung melaksanakan empat rekomendasi DPR pada 2009 tentang penyelesaian kasus penculikan aktivis, seperti rekomendasi pengadilan HAM ad hoc, pencarian 13 aktivis yang hilang, rehabilitasi keluarga korban, hingga ratifikasi dari Komite Kerja Penghilangan Paksa atau Committee on Enforced Dissapearences (CED) PBB.

Survei Litbang Kompas dilakukan pada 18-20 Agustus 2021 dengan melibatkan 522 responden yang dipilih secara acak dari 34 provinsi.

Pengumpulan pendapat dilakukan melalui telepon. Tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen dengan tingkat ketidakpercayaan kurang lebih sebesar 4,29 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com