Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP Minta Amendemen UUD 1945 Tak Dilakukan Sebelum Pandemi Terkendali

Kompas.com - 29/08/2021, 14:02 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, pihaknya berharap pemerintah tidak melakukan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 apabila pandemi Covid-19 belum terkendali.

"Amandemen tidak dilaksanakan selama pemerintah belum mengubah status pandemi Covid-19. Artinya, selama Covid-19 masih berstatus pandemi, maka PPP meminta semua kekuataan politik tetap fokus pada penanggulangan Covid-19," kata Arsul kepada Kompas.com, Minggu (29/8/2021).

Sebagai living constitution, ia menegaskan, pihaknya tidak ingin menutup rapat-rapat pintu amendemen UUD 1945. Bahkan, dalam periode sebelumnya, PPP menyatakan tidak keberatan dengan rencana amendemen terbatas pada penambahan pokok-pokok haluan negara (PPHN) dalam bentuk TAP MPR.

Kendati demikian, realisasi amendemen itu harus disertai dengan pengkajian yang mendalam terlebih dulu.

Baca juga: PKB Nilai Penanganan Pandemi dan Pemulihan Ekonomi Lebih Mendesak, Bukan Amendemen UUD 1945

"Alasannya ya karena memang dalam pandangan PPP, negara ini butuh arahan pembangunan jangka panjang yang bersifat filosofis, idiologis sebagai pegangan bagi Presiden dan para pembantu dan jajaran teknokratnya. Sehingga tidak setiap ganti Presiden maka fokus pembangunan bisa beda-beda tanpa ada connecting pointnya," ucapnya.

Namun untuk saat ini, Arsul mengatakan, sebaiknya amendemen ditunda terlebih dulu sebelum status pandemi Covid-19 di Indonesia turun menjadi endemi atau lebih rendah lagi. Dalam hal ini, kata dia, pemerintah telah berhasil mengendalikan laju penularan Covid-19.

Selain itu, ia menegaskan, ruang konsultasi publik harus dibuka lebar untuk melihat pandangan masyarakat secara luas ihwal rencana perubahan UUD 1945. Sebab, bisa jadi setiap masyarakat memiliki pandangan berbeda terhadap wacana tersebut.

"Ya, (setelah kasus) sudah terkendali alias status tidak lagi sebagai pandemi (amendemen bisa dilakukan) dan (juga) melihat respon publiknya seperti apa," ucapnya.

Diketahui saat ini MPR sedang mengkaji amendemen UUD 1945 terkait PPHN.

Baca juga: Soal Amendemen UUD 1945, PKB: Kebutuhan Pasti Ada, tapi Belum Mendesak

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan hasil kajian itu diharapkan rampung pada awal 2022.

Menurut dia, amendemen konstitusi dilakukan secara terbatas dengan penambahan dua ayat atau ketentuan.

"Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," kata Bambang, Jumat (20/8/2021).

Penambahan ketentuan itu terkait kewenangan MPR untuk mengubah dan menetapkan haluan negara, yakni dengan menambah satu ayat pada Pasal 3 UUD 1945.

Bambang mengatakan, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara.

Dengan begitu, bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

Menurut dia, usulan untuk mengadakan PPHN sebagai arah pembangunan nasional merupakan rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com