Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mural Jadi Sarana Ekspresi Warga untuk Survive, Sikap Aparat Juga Bertahan di Masa Pandemi

Kompas.com - 27/08/2021, 21:32 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena kemunculan berbagai mural bernada kritik terhadap pemerintah di tembok-tembok kota dinilai sebagai cara masyarakat menyampaikan ekspresinya di masa pandemi Covid-19.

Menurut sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) AB Widyanta, ekspresi itu mengandung keresahan yang mesti disampaikan masyarakat di masa sulit saat ini.

"Di tengah situasi yang jenuh, terepresi oleh kondisi survival mereka (masyarakat) berekspresi dan mengartikulasikannya dengan menggambarkan mural," ujar Widyanta kepada Kompas.com, Jumat (27/8/2021).

"Dalam situasi pandemi eskpresi itu bisa saja ditafsirkan sebagai sarana katarsis atau semacam social healing," ujar dia.

Baca juga: Kontras Nilai Mural Jadi Sarana Protes Saat Aksi Damai Ditangkap, Audiensi Ditolak

Namun di sisi lain, lanjut Widyanta, tindakan menghapus dan mencari pembuat mural juga menggambarkan keresahan aparat penegak hukum itu sendiri.

Widyanta menjelaskan tindakan itu dilakukan aparat untuk bertahan di masa pandemi dengan menunjukan kinerjanya pada atasan.

"Pasalnya kalau membiarkan saja gambar itu mereka bisa berisiko ditegur, dimutasi, sampai diskors oleh pimpinannya," kata dia.

Widyanta menggambarkan saat ini ada kesamaan kondisi sosiologis masyarakat dan aparat penegak hukum.

"Kita semua mengidap ketakutan masing-masing, termasuk tidak menentunya hidup. Jadi baik masyarakat dan aparat sama-sama menjalankan tugasnya," ujar dia.

Baca juga: Tindakan Polisi Cari Pembuat Mural Dikhawatirkan Bikin Publik Enggan Berpendapat

Tapi Widyanta berharap kemunculan berbagai mural di masyarakat tidak melulu harus ditindak dengan pengejaran dan penangkapan.

Pasalnya, tindakan itu disebutnya tak sesuai dengan semangat demokrasi.

"Jika aparat keamanan, polisi mengejar sampai melakukan penangkapan itu akan kontraporduktif terhadap keberlangsungan demokrasi yang tengah diperjuangkan oleh pemerintah sendiri," kata dia.

Diketahui, pihak kepolisian kembali melakukan pengejaran terhadap pembuat mural mirip Presiden Joko Widodo di tembok luar jembatan Pasupati, Jalan Prabu Dimuntur, kota Bandung.

Baca juga: Ada Mural Mirip Jokowi di Bandung, Kini Dihapus, Polisi Cari Pembuatnya

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung, Ajun Komisaris Besar Polisi Rudi Trihandoyo menyebut bahwa pencarian itu dilakukan untuk mengetahui apa maksud dari mural tersebut.

Sementara itu Pemkot Jakarta Pusat akan menghapus mural bertuliskan "Yang Bisa Dipercaya dari TV Cuma Adzan" dan ungkapan bertuliskan "Kami Lapar Tuhan".

Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi mengklaim bahwa isi mural itu tidak mendidik.

Ia khawatir jika tidak dihapus, maka akan semakin banyak mural-mural senada yang muncul di wilayah Jakarta.

Irwandi menampik anggapan bahwa penghapusan mural itu sebagai tindakan antikritik yang ditunjukan pemerintah.

"Enggaklah, bukan antikritik, kami maksudnya supaya tidak semua tembok nanti ditulisin sama orang. Kami mencegahlah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com