Ketidakadilan dan ketidakberpihakan kepada orang kecil kerap menjadi kecemasan kita bersama.
Saat remisi diberikan dengan obral besar kepada 214 narapidana tindak pidana korupsi, tetap saja kita merasa cemas.
Alasan bahwa ada dasar hukum dan peraturan lain atas pemberian remisi tersebut seakan tidak cukup kuat untuk menutup kesan “hukum tajam ke atas dan tumpul serta mejan ke bawah”.
Pemberian remisi saat peringatan HUT Proklamasi seakan “mengejek” perjuangan para pahlawan bangsa yang rela berkalang tanah demi kemerdekaan.
Melihat keanehan yang terjadi saat pemilihan wakil pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) dari Sulawesi Barat untuk HUT Proklamasi ke Istana Merdeka, Jakarta, kita pun cemas.
Cemas bahwa era transparansi dan akuntabilitas yang dicanangkan rezim Jokowi sejak awal memimpin negeri ini hanya berlaku di pusat saja. Tetapi tidak di daerah.
Kristina yang punya mimpi menjadi Paskibraka tingkat nasional dan telah berjuang keras melalui berbagai tahapan seleksi berjenjang tingkat daerah dinyatakan positif Covid sebelum keberangkatannya ke Jakarta.
Pilihan pengganti Kristina pun, bukan dari peringkat kedua di kontingen Sulawesi Barat. Hasil pemeriksaan kedua untuk swab antigen yang membuktikan Kristina negatif Covid juga tidak menggugurkan keputusan pembatalan pengiriman Paskibraka tersebut (Kompas.com, 20 Agustus 2021).
Walau Ombudsman Perwakilan Sulawesi Barat menemukan kesalahan prosedural tetapi setidaknya cara-cara tidak beradab yang dilakukan aparat di daerah harus ada kontrol berjenjang.
Kristina yang berasal dari keluarga miskin kini terpaksa harus mengubur mimpinya melihat Istana, bertemu langsung Presiden Jokowi dan tekad membahagiakan keluarganya di pelosok Mamasa.
Seorang sahabat saya yang dosen di Madura juga cemas melihat arogansi seorang camat di daerahnya.
Di zaman online yang serba canggih ini ternyata masih ada pejabat yang meminta bawahannya untuk “nyolong” berjamaah dan diumumkan pula.
Camat Batang-Batang di Kabupaten Sumenep meminta para kepala desa untuk mencuri sapi warga yang menolak ikut program vaksinasi yang dilakukan pemerintah daerah (Kompas.com, 16 Agustus 2021).
Baca juga: Camat yang Perintahkan Kades Curi Sapi Warga, Mundur dari Jabatan
Entah terlalu kreatif atau sudah kehabisan akal untuk menyukseskan program vaksinasi, gagasan yang dilontarkan seorang kepala kecamatan di Sumenep ini sebaiknya tidak terlalu dicemaskan. Biarkan kepala daerahnya yang membina bawahannya dengan caranya sendiri.
Berbagai rasa kecemasan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan luar, bisa jadi timbul karena kita tidak mampu mengelelola manajemen kalbu.