Salin Artikel

Jangan Cemas, Cemas Itu Berat

SERINGKALI dalam kehidupan, kita selalu mencemaskan setiap hal. Mulai dari cemas bangun kesiangan, cemas tidak bisa menonton Mancehester City di Liga Primer, cemas karena ketinggalan episode di tayangan drama Korea hingga cemas ketinggalan gawai jika besok kita pergi meninggalkan rumah.

Di saat pandemi Covid-19 ini kecemasan kita semakin membuncah. Cemas tertular dari orang lain, takut dinyatakan orang tanpa gejala (OTG) hingga cemas akan tidak bisa hidup normal lagi.

Pemberitaan yang bertubi-tubi mengenai bahaya Covid di semua kanal pemberitaan media menjadikan hidup kita tidak lagi seperti dulu. Semua nafas kehidupan menjadi penuh dengan kecemasan.

Kematian yang bertubi-tubi, baik yang menimpa kerabat atau sahabat yang kita saksikan langsung atau melalui media, menjadikan kecemasan itu semakin tidak terbendung.

Suatu ketika di saat malam menjelang tidur dada saya terasa sesak untuk bernafas. Berita mendadak mengenai sahabat dekat yang selalu duduk berdampingan dan menjadi teman diskusi untuk merumuskan kebijakan di Tim Transisi Sinkronisasi Percepatan Program Gubernur Wakil Gubernur Kalimantan Utara terpilih, wafat karena terpapar Covid.

Saya berduka karena sebagai pejabat teras pemerintahan provinsi, Dr Samuel Tipa Padan yang juga adik kandung Wakil Gubernur Kalimantan Utara Yansen Tipa Padan harusnya mendapat perawatan yang maksimal di rumah sakit.

Sama dengan pasien-pasien lainnya, jabatan dan status sosial ternyata tidak berpengaruh dalam situasi serangan wabah ini.

Mendiang pergi meninggalkan istri dan tiga anaknya di bangsal perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Bulungan di Tanjung Selor, Kalimantan Utara beberapa bulan yang lalu.

Saya cemas dengan keluarga yang ditinggalkan karena mendiang “dibuang” saat gubernur lama masih menjabat.

Saya cemas karena keadilan yang dituntut mendiang ke Komisi Aparatur Sipil Negara untuk menggugat ketidakdilan dan salah prosedural – dari jabatan kepala badan “diturunkan” menjadi staf arsip dan perpustakaan daerah – tidak beroleh keadilan.

Komisi Aparatur Sipil Negara yang berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku aparatur sipil negara (ASN) serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah ternyata berjalan maksimal.

Semesta ternyata mendukung, keputusuan Komisi Aparatur Sipil Negara berpihak kepada kebenaran. Beleid gubernur lama dibatalkan dan kedudukan jabatan Samuel dikembalikan. Sayangnya keputusan ini keluar hanya berjarak hitungan jam dengan kematiannya.

Kecemasan yang lain adalah kondisi kesehatan saya. Usai mendengar berita mendiang dinyatakan positif Covid berikut sopir yang biasa menemani kami juga diharuskan isolasi karena terpapar juga, saya tiba-tiba cemas dengan pandemi ini.

Sakit di daerah yang fasilitas kesehatannya masih belum optimal tentu menjadi kecemasan sendiri, apalagi berkaca dari pengalaman mendiang Samel.

Ternyata kecemasan itu segera berakhir ketika pemeriksaan swab antigen membuahkan hasil negatif.

Kecemasan kondisi berbangsa

Ketidakadilan dan ketidakberpihakan kepada orang kecil kerap menjadi kecemasan kita bersama.

Saat remisi diberikan dengan obral besar kepada 214 narapidana tindak pidana korupsi, tetap saja kita merasa cemas.

Alasan bahwa ada dasar hukum dan peraturan lain atas pemberian remisi tersebut seakan tidak cukup kuat untuk menutup kesan “hukum tajam ke atas dan tumpul serta mejan ke bawah”.

Pemberian remisi saat peringatan HUT Proklamasi seakan “mengejek” perjuangan para pahlawan bangsa yang rela berkalang tanah demi kemerdekaan.

Melihat keanehan yang terjadi saat pemilihan wakil pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) dari Sulawesi Barat untuk HUT Proklamasi ke Istana Merdeka, Jakarta, kita pun cemas.

Cemas bahwa era transparansi dan akuntabilitas yang dicanangkan rezim Jokowi sejak awal memimpin negeri ini hanya berlaku di pusat saja. Tetapi tidak di daerah.

Kristina yang punya mimpi menjadi Paskibraka tingkat nasional dan telah berjuang keras melalui berbagai tahapan seleksi berjenjang tingkat daerah dinyatakan positif Covid sebelum keberangkatannya ke Jakarta.

Pilihan pengganti Kristina pun, bukan dari peringkat kedua di kontingen Sulawesi Barat. Hasil pemeriksaan kedua untuk swab antigen yang membuktikan Kristina negatif Covid juga tidak menggugurkan keputusan pembatalan pengiriman Paskibraka tersebut (Kompas.com, 20 Agustus 2021).

Walau Ombudsman Perwakilan Sulawesi Barat menemukan kesalahan prosedural tetapi setidaknya cara-cara tidak beradab yang dilakukan aparat di daerah harus ada kontrol berjenjang.

Kristina yang berasal dari keluarga miskin kini terpaksa harus mengubur mimpinya melihat Istana, bertemu langsung Presiden Jokowi dan tekad membahagiakan keluarganya di pelosok Mamasa.

Seorang sahabat saya yang dosen di Madura juga cemas melihat arogansi seorang camat di daerahnya.

Di zaman online yang serba canggih ini ternyata masih ada pejabat yang meminta bawahannya untuk “nyolong” berjamaah dan diumumkan pula.

Camat Batang-Batang di Kabupaten Sumenep meminta para kepala desa untuk mencuri sapi warga yang menolak ikut program vaksinasi yang dilakukan pemerintah daerah (Kompas.com, 16 Agustus 2021).

Entah terlalu kreatif atau sudah kehabisan akal untuk menyukseskan program vaksinasi, gagasan yang dilontarkan seorang kepala kecamatan di Sumenep ini sebaiknya tidak terlalu dicemaskan. Biarkan kepala daerahnya yang membina bawahannya dengan caranya sendiri.

Perhebat komunikasi transendental

Berbagai rasa kecemasan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan luar, bisa jadi timbul karena kita tidak mampu mengelelola manajemen kalbu.

Cobalah hening sejenak di jeda waktu yang luang. Tundukkan raga, selami arti kehidupan yang sebenarnya.

Kelola kecemasan menjadi harapan baik. Saat daerah kita dinyatakan zona merah bahkan dilabeli sebagai zona hitam sekalipun, ubah pandangan hidup dengan harapan baik.

Tetap mematuhi protokol kesehatan, hidup sehat, selalu gembira dan pancarkan optimisme kehidupan. Bukankah rasa bahagia dan gembira sudah menjadi imun penangkal virus Covid ?

Kecemasan yang muncul karena pengapnya kondisi sosial, ekonomi dan politik di tanah air, serahkan saja kepada instansi berwenang sembari kita melakukan apa yang bisa kita lakukan sesuai kapasitas masing-masing.

Kritik konstruktif melalui berbagai forum – termasuk melalui mural – sebaiknya dimaknai sebagai penyaluran kecemasan yang ada.

Kerap terjadi pula, kecemasan pada akhirnya tidak terbukti. Cemas saat menghadapi kemungkinan tidak dapat vaksin karena urutan antrean terlalu panjang, ternyata urung terjadi. Kita mendapat giliran vaksin tak berbayar dengan cepat.

Cemas akan penghasilan yang tidak cukup untuk hidup sebulan, alhamdulillah akhirnya malah bisa untuk dua bulan. Cemas tidak dapat "orderan" kerjaan, ternyata datang juga rezeki dadakan.

Kita kerap melalaikan untuk berkomunikasi dengan Sang Maha Adil. Apapun agama dan keyakinannya, setiap maklukNya wajib mengadu, meminta dan berharap akan turunnya kemurahan dari Tuhan. Inilah yang disebut dengan komunikasi transendental.

Komunikasi spiritual antara manusia dengan Tuhan bila direnungkan dengan mendalam, sesungguhnya dipengaruhi oleh suara hati kita yang bersih. Suara hati yang bening itulah yang disebut kecerdasan spiritual.

Dalam hidup kita, banyak terjadi hal-hal yang tidak terduga. Mulai saat ini, buang kecemasan dan ubah menjadi harapan baik.

Kecemasan hanya memporak-porandakan kehidupan. Hiduplah dengan harapan....akan baik setelahnya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/24/18213171/jangan-cemas-cemas-itu-berat

Terkini Lainnya

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke