JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo terlihat mengenakan pakaian adat urang Kanekes, atau yang lebih dikenal sebagai suku Badui, saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Senin (16/8/2021).
Jokowi diketahui ingin mengenakan pakaian yang sederhana, apalagi negara dalam keadaan dilanda pandemi. Selama ini, urang Kanekes memang dikenal sebagai kelompok masyarakat yang sederhana dan sangat menghormati tradisi dan lingkungan.
Beberapa waktu lalu, masyarakat juga dikejutkan dengan video yang memperlihatkan urang Kanekes atau Badui menangis saat hutan adatnya dirusak.
Seluas 2 hektar hutan adat di Gunung Liman, pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, dihabisi para penambang emas liar atau gurandil.
Baca juga: Hutan Sakral Warga Baduy Dalam Dirusak, AMAN: Sudah Kami Laporkan ke Kapolri
Perusakan hutan di Gunung Liman awalnya terungkap dari sebuah video yang berdedar di media sosial. Video itu diunggah di akun @inforangkasbiitung, kemudian menjadi viral.
Dalam video yang berdurasi sekitar satu menit itu, warga Badui meminta tolong ke pemerintah sambil menangis dengan menggunakan bahasa lokal setempat yang diartikan seperti di bawah ini.
"Kami mohon ke pemerintah, kami diamanatkan oleh leluhur supaya gunung jangan dihancurkan, lembah jangan dirusak, adat jangan diubah. Tapi sekarang terbukti Gunung Liman yang dirusak, minta tolong ke pemerintah," kata seorang warga Badui dalam video tersebut.
Kepala Desa Cibarani, Kecamatan Lebak, mengatakan bahwa warga yang berbicara dalam video tersebut adalah Ayah Pulung, warga Badui Dalam.
Pulung merupakan cucu dari leluhur Badui yang ditugaskan untuk menjaga Gunung Liman.
Merupakan hutan sakral
Gunung Liman merupakan hutan larangan yang disakralkan oleh masyarakat Badui. Mereka dititipkan oleh leluhur adat untuk menjaganya.
Sehingga, hukum adat mewajibkan masyarakat Badui secara turun-temurun untuk merawat Gunung Liman agar tetap terjaga kelestariannya. Itulah alasan mengapa mereka sangat sedih ketika mengetahui daerah sakralnya dirusak oleh para penambang emas liar.
"Mereka sangat sedih, menangis melihat hutan sakralnya gundul dirusak gurandil," kata Dulhani.
Di lahan Gunung Liman yang dirusak tersebut, kata Dulhani, ditemukan sejumlah lubang yang diduga tempat penambang liar mencari emas. Akibatnya, lahan seluas sekitar dua hektare di Gunung Liman tersebut menjadi gundul.
Baca juga: Baduy Dalam Ditutup untuk Umum Selama 3 Bulan
Lokasi lubang-lubang tersebut persisnya menurut Dulhani terletak di Gunung Liman yang masuk wilayah Wewengkon Adat Kasepuhan Cibarani di Kecamatan Cirinten.
Mengutip Kompas.id, oleh warga bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNI, Polri dan Pemerintah Kabupaten Lebak telah menutup lubang-lubang tersebut. Di sana juga ditanam kembali ribuan anakan pohon.
Dulhani mengatakan, kerusakan yang timbul karena ulah manusia harus sesegera mungkin diperbaiki. Upaya itu dilakukan bukan hanya untuk memulihkan dan menjaga lingkungan semata, tapi juga untuk meredam murka alam.
”Gunung Liman sakral. Tidak boleh dirusak. Pamali, bisa menimbulkan bencana. Banyak orang akan menderita,” katanya.
Warga meyakini kerusakan akan menimbulkan kualat. Bentuknya kasantap, kabadi, dan kasibat yang berarti kesambet atau kemasukan makhluk halus.
Lebih dari itu bisa terjadi angin puting beliung, terjangan banjir, dan kebakaran hebat yang akan meluluhlantakkan desa.
Di hutan tersebut terdapat sumber mata air yang sangat dijaga oleh masyarakat suku Badui. Juga terdapat sumber aliran sungai-sungai penting di Kabupaten Lebak dan Banten, yaitu Sungai Cibarani, Ciliman, Ciujung, dan Sungai Cibaso.
Mengutip Antara, saat ini, kawasan Hutan Hak Ulayat Badui seluas 5.101.85 hektare sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2001.
Dari 5.102.85 hektare itu, di antaranya seluas 3.000 hektare merupakan kawasan hutan adat, termasuk hutan larangan di Gunung Liman.
Memalukan
Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menyebut perusakan itu sungguh memalukan.
"Malu kita sebagai orang beragama melakukan perusakan. Ditangisi orang Badui," ujar Dedi saat dikonfirmasi Kompas.com , Kamis (22/4/2021).
Dedi mendesak pemerintah pusat melalui pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas penambangan emas ilegal di hutan sakral suku Badui.
"Segera ditindak. Jangan biarkan perusakan alam terus berlanjut. Jangan biarkan suatu suku yang begitu mencintai alamnya mengalami derita karena perilaku buruk kita," kata Dedi.
Salah satu tokoh Badui, Jaro Saija, juga meminta agar pihak-pihak berwajib melakukan tindakan tegas terhadap para perusak hutan Gunung Liman.
“Kami minta pemerintah daerah dan kepolisian dapat bertindak tega terhadap perusak hutan adat itu,” kata Jaro Saija yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidimar, Kabupaten Lebak, Banten.
Lima orang ditetapkan tersangka
Penyidik Polda Banten telah menetapkan lima tersangka penambang emas tanpa izin atau gurandil di Gunung Liman, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Lima warga yang ditetapkan tersangka tersebut merupakan satu jaringan, mulai dari pelaku penambangan, pengolah hingga pemasok merkuri.
Diduga mereka telah melakukan aktivitas ilegal di kawasan sakral masyarakat Badui sejak Januari 2021.
Baca juga: Tetua Adat: Warga Baduy yang Ada di Perantauan Diperintahkan untuk Langsung Pulang
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten, Kombes Pol Joko Sumarno, mengatakan, penetapan tersangka itu berdasarkan hasil penyelidikan dan investigasi terkait perusakan Gunung Liman, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak yang dilakukan para gurandil.
"Jadi sudah kami lakukan penindakan dengan lima warga menjadi tersangka. Kelima tersangka masih satu kaitan. Ada juga yang masih dalam proses penyidikan dan ada juga yang masih tahap penelitian kejaksaan," ujar Kombes Joko Sumarno seperti yang dikutip dari Kompas TV.
Selain penindakan, kepolisian juga melakukan langkah persuasif dengan menemui masyarakat sekitar Gunung Liman agar menghentikan aktivitas gurandil. Dengan harapan, kelestarian gunung dan hutan larangan dapat dilakukan secara bersama-sama.
"Kami dua minggu lalu menemui para tokoh dan masyarakat di sekitaran Gunung Liman, agar menjaga bersama-sama pelestarian gunung dan tidak merusaknya," kata Joko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.