Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Baliho dan Berahi Politisi Nir-empati

Kompas.com - 11/08/2021, 10:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI belum terkendali. Virus corona masih mengancam dan menebar maut di mana-mana. Banyak orang kehilangan nyawa, pekerjaan, dan pendapatan. Namun, para politisi malah sibuk memoles diri demi memenangi kontestasi.

Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih sekitar dua setengah tahun lagi. Namun, sejumlah politisi sudah sibuk menjajakan diri.

Baliho beragam ukuran berjejal di pinggir dan sudut-sudut jalan. Gambar besar wajah diri politisi dengan pesan-pesan klise dan basi terpampang di jalanan merusak pemandangan.

Ratusan bahkan mungkin ribuan baliho bergambar wajah para politisi ini memang tak secara langsung berisi pesan atau ajakan terkait pemilihan.

Namun, tak bisa dimungkiri, aksi mereka menghambur-hamburkan uang ini adalah demi mengenalkan diri terkait Pilpres 2024. Bahkan ada yang secara lugas menulis 2024 di baliho dengan gambar diri si politisi.

Sejumlah politisi yang wajahnya terpampang di baliho-baliho di antaranya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Ketiga politisi ini memang kerap masuk survei sebagai calon presiden potensial pada Pilpres 2024. Misalnya dalam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA.

Dalam survei yang dirilis pada 17 Juni 2021, meski bukan yang teratas, nama Airlangga dan Puan masuk sebagai calon presiden potensial di 2024.

Dalam survei tersebut, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memuncaki hasil survei dengan elektabilitas 23,5 persen. Disusul Ganjar Pranowo dengan elektabilitas 15,5 persen dan Anies Baswedan 13,8 persen.

Sementara Airlangga, AHY, dan Puan ada di urutan berikutnya dengan elektabilitas yang lebih rendah. Elektabilitas Airlangga sebesar 5,3 persen, AHY 3,8 persen, dan Puan hanya 2 persen.

Meski demikian, peluang mereka untuk maju menjadi calon presiden atau calon wakil presiden di Pilpres 2024 tetap besar. Mereka merupakan pimpinan dan elite partai yang memiliki privilese untuk mewakili partai di gelanggang politik nasional, termasuk Pilpres.

Efektif, tapi tak sensitif

Pemasangan baliho para politisi yang diduga akan berlaga dalam Pilpres 2024 ini adalah cara partai politik mengenalkan dan menjajakan calonnya ke publik. Baliho dinilai efektif untuk sosialisasi dan memperkenalkan para politisi ini.

Meski efektif meningkatkan popularitas, tak otomatis akan mendongkrak elektabilitas. Pilpres 2024 masih cukup lama sehingga pemasangan baliho bergambar wajah para politisi ini terlalu dini.

Jika ingin menarik simpati, daripada sibuk memoles diri, para politisi ini seharusnya bekerja membantu rakyat mengatasi pandemi.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan baliho Puan Maharani telah terpasang di 27 kabupaten kota di Jawa Barat.KOMPAS.COM/PUTRA PRIMA PERDANA Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan baliho Puan Maharani telah terpasang di 27 kabupaten kota di Jawa Barat.

Maraknya pemasangan baliho ini justru menimbulkan persepsi negatif di tengah publik. Hal itu terjadi karena upaya menjajakan diri ini tidak diikuti dengan kebijakan dan kerja nyata membantu masyarakat yang sedang kesulitan akibat pandemi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com