JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah mengeluarkan angka kematian pasien Covid-19 dalam menetapkan status PPKM Level 2-4 sepekan ke depan di suatu wilayah dikritik. Pasalnya, kematian pasien Covid-19 di Indonesia dalam tiga pekan terakhir tengah mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, persentase kematian secara nasional mencapai 2,92 persen pada pekan ini. Sementara, diketahui persentase kematian di tingkat global mencapai 2,12 persen.
Itu artinya, persentase kematian akibat Covid-19 di Indonesia lebih tinggi dibandingkan tingkat dunia.
Pada Selasa (10/8/2021), Satgas mencatat adanya penambahan 2.048 pasien Covid-19 yang tutup usia. Angka penambahan ini merupakan yang tertinggi kedua selama pandemi berjalan selama 17 bulan di Tanah Air.
Sebelumnya, jumlah kematian tertinggi tercatat pada 27 Juli 2021, yakni sebanyak 2.069 orang dalam sehari.
Baca juga: Satgas Minta Pemda Serius Tekan Angka Kematian Covid-19
Penambahan kasus kematian tersebut mengakibatkan total kasus kematian di Indonesia per Selasa kemarin mencapai 110.619 kasus.
"Dalam bulan Juli 2021 saja kita telah kehilangan 24.496 nyawa. Dengan rata-rata kematian harian di atas 1.000 orang," ungkap Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa.
Ia mengungkap, ada lima provinsi yang menyumbangkan kasus kematian mingguan tertinggi, yaitu Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Jawa Tengah.
Namun, secara akumulasi, lima provinsi dengan kasus kematian tertinggi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan Timur.
Dikritik
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, dikeluarkannya indikator kematian dalam penetapan status wilayah PPKM lantaran pemerintah menemukan adanya akumulasi input data kematian selama beberapa pekan ke belakang.
Hal tersebut menyebabkan data terdistorsi sehingga mempengaruhi penilaian tingkat kematian pasien Covid-19 di suatu daerah.
Senada dengan Luhut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah tak lagi menggunakan angka kematian sebagai indikator penetapan PPKM, karena ada data yang sifatnya tidak aktual atau real time.
"Ada beberapa perhitungan di mana memang angka kematian tidak masuk dalam perhitungan indikator karena ada data yang update di belakangan. Jadi bukan real time," kata Nadia kepada Kompas.com, Selasa.
Namun, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, indikator itu tidak seharusnya dihilangkan dalam penetapan status wilayah PPKM. Sebab, kematian merupakan indikator akhir dalam melihat keparahanan pandemi di suatu daerah.