Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara Terkait Integritas Calon Hakim Agung Dilakukan Tertutup, Pemantau Peradilan: Sebuah Kemunduran

Kompas.com - 04/08/2021, 08:23 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) menggelar tes wawancara pada 24 calon hakim agung (CHA) sejak Selasa (3/8/2021) hingga Sabtu (7/8/2021).

Tes wawancara itu disiarkan secara terbuka melalui akun YouTube Komisi Yudisial.

Namun, setiap komisioner KY bidang pengawasan hakim Sukma Violetta dan komisioner bidang perekrutan hakim Siti Nurjanah bertanya pada calon hakim agung, suara pada siaran streaming hilang atau mati.

Dilansir dari Kompas.id, Juru Bicara KY, Miko Ginting menjelaskan bahwa wawancara terkait integritas para calon memang dilakukan secara tertutup.

"Rapat komisioner KY memutuskan bahwa sesi wawancara rerkait integritas dilakukan secara tertutup," ungkap Miko dikonfirmasi, Selasa (3/8/2021).

Baca juga: KY Wawancara 5 Calon Hakim Agung Hari Ini, Salah Satunya Hakim yang Bebaskan Muchdi Pr

Miko tidak berkomentar lebih lanjut ketika ditanya soal alasan keputusan tersebut.

Perwakilan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) Erwin Natosmal Oemar mengatakan bahwa keputusan itu merupakan kemunduran dalam proses seleksi dan sebuah pelanggaran hak publik untuk mengenai integritas calon hakim agung.

"Seharusnya proses verifikasi dan klatifikasi terhadap data publik, seperti laporan harta kekayaan, tidak boleh dibatasi oleh KY," jelas Erwin.

Erwin memaparkan, berdasarkan data KPP, sebanyak 30 persen dari total calon hakim agung bermasalah dan diragukan independensinya.

Hal itu, lanjut Erwin, nampak dari adanya calon hakim agung yang memiliki kekayaan berlimpah, hingga memiliki rumah di kawasan elite yang berada di luar negeri.

Baca juga: Seleksi Hakim Agung, KY Tak Loloskan Hakim yang Vonis Banding Pinangki dan Djoko Tjandra

Dalam pandangan Erwin, dengan adanya temuan ini, masyarakat perlu tahu integritas dari para calon hakim agung.

"Yang boleh ditutup atau dibatasi itu hal-hal yang menyangkut privasi dan data pribadi bukan data publik. Namun, KY sekarang gagal untuk mendudukan perbedaan antara perlindungan pribadi dan hak publik untuk tahu," tutur Erwin.

"Dalam seleksi ke depan, KY tidak boleh membatasi hak publik untuk tahu jejak rekam calon halim agung. Ini sebuah kemunduran dibandingkan dengan proses-proses seleksi sebelumnya," sambung dia.

Senada dengan Erwin, Mantan Ketua KY Suparman Marzuki menyayangkan keputusan KY yang menutup proses seleksi terkait integrasi.

Baca juga: KY Umumkan 24 Calon Hakim Agung yang Lolos ke Tahapan Wawancara

Suparman menyebut selama ini pertanyaan terkait kekayaan, kejanggalan putusan yang pernah dilakukan oleh calon hakim agung sampai laporan suap disampaikan terbuka pada publik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com