Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan MPR Sebut Negara Bertanggungjawab Hapus Kekerasan Seksual

Kompas.com - 13/07/2021, 12:16 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, negara bertanggung jawab menghapus kejahatan kekerasan seksual di Indonesia. Hal ini yang membuat perlunya keberadaan undang-undang yang mengatur agar kekerasan seksual dapat dihapus.

Politisi Partai Nasdem tersebut menilai, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk menangkal terjadinya kekerasan seksual.

"Saya harapkan proses pembahasan RUU PKS berjalan lancar agar dapat segera disahkan menjadi UU pada tahun ini," kata Lestari seperti dikutip dari Antara, Selasa (13/7/2021).

Ia mengatakan, saat ini pembahasan RUU PKS sedang dalam proses pengkajian di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Menurutnya, Fraksi Partai Nasdem DPR juga berkomitmen untuk terus mengawal proses pembahasan RUU tersebut agar segera disahkan menjadi undang-undang.

Baca juga: Kementerian PPPA: Masih Banyak Perempuan Korban Kekerasan dan Pelecehan yang Disalahkan

Namun, ia berpendapat bahwa lobi-lobi di tingkat fraksi harus intens dilakukan untuk memberikan pemahaman utuh terkait pasal-pasal yang masih menimbulkan perbedaan pandangan.

"Perbedaan pendapat dan pandangan dalam pembahasan sebuah RUU itu hal biasa. Perbedaan itu diharapkan mengerucut pada titik temu, bukan untuk menggagalkan pembahasan beleid itu," jelasnya.

Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem tersebut mengakui bahwa fraksi-fraksi di DPR sudah memahami pentingnya kehadiran UU PKS.

Untuk itu, ia berharap adanya dukungan politik untuk menyetujui RUU tersebut menjadi undang-undang yang akan berlaku sebagai hukum positif di Tanah Air.

Ia mengingatkan bahwa kasus kekerasan seksual selama ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

Baca juga: Penyebab Rendahnya Laporan Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja Terkait Sumber Pendapatan

Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) yang mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada 2020 yakni lebih dari 7.000 kasus.

"Sedangkan pada tahun yang sama, total kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.000 lebih kasus," tuturnya.

Lebih lanjut, berdasarkan pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) 2021, hingga 3 Juni 2021 terdapat 3.122 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Adapun RUU PKS dinyatakan masuk dalam 33 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 setelah Baleg DPR menetapkan dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Selasa (9/3/2021).

Pada hari ini, Selasa (13/7/2021), DPR kembali menggelar rapat terkait penyusunan RUU PKS di Baleg DPR.

Baca juga: Kesenjangan Gender Tingkatkan Risiko Kematian Ibu Melahirkan hingga Kekerasan terhadap Perempuan

Baleg mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Psikolog Tenaga Ahli Psikolog Klinis di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Dosen Fakultas Hukum UGM, Cendikiawan Muslimah Dosen Paskasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta, dan Guru Besar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com