JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menilai, sikap pemerintah melalui Kimia Farma yang akhirnya menunda kebijakan vaksin berbayar menunjukkan tidak konsistennya kebijakan dalam program vaksinasi Covid-19.
Menurut dia, yang perlu dilakukan seharusnya bukan menunda, melainkan membatalkan kebijakan vaksin berbayar mengingat Indonesia masih dilanda krisis akibat pandemi.
"Saya pikir ini bentuk inkonsistensi pemerintah sebagai regulator. Sering 'menguji' rakyat dengan kebijakan yang membuat gaduh. Batalkan saja (vaksin berbayar) dan beri penjelasan," kata Netty kepada Kompas.com, Senin (12/7/2021).
Adapun hal tersebut disampaikan Netty untuk merespons pernyataan Kimia Farma yang memutuskan menunda kebijakan vaksin berbayar yang menjadi polemik di masyarakat.
Sebelumnya, Kimia Farma akan melaksanakan vaksin berbayar tersebut mulai hari ini. Kebijakan itu yang menuai protes di kalangan masyarakat, termasuk di DPR.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan pemerintah tentang kondisi bangsa yang sulit akibat pandemi.
Pada kondisi sulit tersebut, maka pemerintah harus kembali kepada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 tahun 2020 yang menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional non-alam.
"Pemerintah harus kembali ke khittah, Keppres Nomor 12 Tahun 2020 yang belum dicabut. Presiden menetapkan pandemi yang disebabkan oleh penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional non-alam. Artinya, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," ujar dia.
Baca juga: PSHK Sebut Vaksinasi Berbayar Hanya Akan Untungkan Masyarakat Golongan Menengah ke Atas
Oleh karena itu, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini meminta pemerintah membuat kebijakan yang harus bermuara pada upaya menurunkan persebaran virus.
Selain itu, pemerintah juga diminta membuat kebijakan yang berfokus pada menurunkan mortalitas dan menekan morbiditas akibat Covid-19.
"Berulang kali saya menyampaikan jangan sampai ada penumpang gelap dalam penanganan pandemi ini," kata Netty.
Menolak keras kebijakan vaksin berbayar untuk perorangan, menurut Netty, pemerintah seharusnya berempati kepada masyarakat yang terdampak pandemi.
Baca juga: YLKI: Vaksinasi Berbayar Tidak Etis di Tengah Pandemi yang Mengganas
Ia menjelaskan betapa banyak masyarakat yang sudah terdampak seperti terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), terpaksa menganggur atau dirumahkan.
Terlebih, apabila seseorang tersebut telah memiliki keluarga dan akan kesulitan menghidupi keluarganya karena tidak lagi bekerja.
Dengan adanya kebijakan vaksin berbayar, menurut Netty, rakyat justru seolah diminta bertarung bebas untuk selamat dari pandemi.
"Seperti berlaku hukum rimba, survival of the fittest. Siapa yang kuat dia yang akan menang," ucapnya.
Baca juga: Soal Vaksinasi Covid-19 Berbayar, Epidemiolog: Ciptakan Ketidakadilan
Sebelumnya diberitakan, PT Kimia Farma (Persero) Tbk memutuskan untuk membatakan pelaksanaan vaksinasi individu atau vaksinasi berbayar yang semula akan dilakukan mulai hari ini Senin (12/7/2021).
Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro mengatakan, perseroan bakal menunda pelaksanaan vaksinasi berbayar hingga waktu yang tidak ditentukan.
"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021, akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin
Ganti menjelaskan, keputusan tersebut diambil karena perseroan melihat tingginya respons dari berbagai pihak terkait pelaksanaan vaksinasi individu.
"Serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi vaksinasi gotong royong individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.