JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Departemen Hukum dan HAM Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai, Polri masih memiliki pekerjaan rumah untuk melakukan reformasi kepolisian di usianya yang ke-75 tahun.
Hal itu disampaikan Didik dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara atau Hari Ulang Tahun ke-75 Polri yang jatuh pada Kamis (1/7/2021).
"75 tahun Polri melakukan karya dan pengabdiannya, sudah banyak legacy dan capaian yang sudah dihasilkan. Namun di sisi lain, reformasi kepolisian masih harus terus dilakukan khususnya reformasi kultural yang masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan secara tuntas," kata Didik dalam keterangan tertulis, Kamis.
Baca juga: Baharkam Polri Latih 2.284 Relawan Pelacak untuk Penanganan Covid-19
Anggota Komisi III DPR itu mencatat setidaknya ada empat tantangan bagi Polri dalam lima tahun terakhir yang harus segera diperbaiki agar tidak membuat kemunduran reformasi Polri.
Pertama, Polri dinilai rawan terseret kepada kepentingan politik elite dan politik praktis, netralitas polisi dalam kepentingan politik menjadi tantangan yang harus dijawab dan dibuktikan.
Didik menegaskan, Polri harus lepas dari kepentingan elite dan politik yang dapat membahayakan kehidupan demokrasi, kebebasan sipil, dan berpotensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
"Perwujudan civilan police di Kepolisian Republik Indonesia perlu komitmen dan konsistensi proses demiliterisasi dan depolitisasi Polri demi tercapainya pemolisian demokratis. Untuk itu memastikan profesionalitas dan independensi di tubuh Polri menjadi suatu keharusan," kata dia.
Kedua, Didik menilai masih ada persoalan mendasar dalam hal akuntabilitas di lingkungan kepolisian sebagai aparat penegak hukum.
Menurut dia, ada tiga hal yang butuh perhatian khusus yakni penanganan kasus pelanggaran hukum, penetapan kebijakan yang berpotensi mengancam kebebasan sipil, dan keterlibatan dalam aksi kekerasan terhadap masyarakat.
"Aparat kepolisian diharapkan tidak menggunakan kekuasaannya untuk melakukan tindakan diskriminatif, dan sebaliknya diharapkan menjadi pengayom masyarakat secara adil," ujar Didik.
Selanjutnya, Didik menyoroti praktik represi di ruang publik yang menjadi momok bagi masyarakat.
Sebab, dalam beberapa kasus, masyarakat menganggap masih banyak arogansi yang dilakukan oleh Kepolisian terhadap masyarakat sipil, bahkan tidak sedikit yang berpotensi berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
"Tindakan kekerasan yang berlebihan, arogansi aparat kepolisian ini harus menjadi bagian reformasi yang harus diwujudkan," kata dia.
Terakhir, Didik menilai Polri harus mampu membangun zona intergritas dan memastikan setiap anggotanya terhindar dari perilaku korup dan gaya hidup mewah.
"Berdasarkan hal tersebut di atas, saya rasa kapolri dihadapkan kepada pekerjaan rumah yang cukup fundamental yang masih harus diselesaikan," kata Didik.
Baca juga: Densus 88 Polri Tangkap 2 Terduga Teroris di Jakarta
Ia menambahkan, reformasi kepolisian yang meliputi reformasi struktural, instrumental dan kultural terus dilakukan untuk membawa perubahan besar di institusi Kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
Meskipun reformasi struktural dan instrumental sudah banyak mengalami kemajuan, reformasi kultural dinilai masih dihadapkan kepada berbagai tantangan dan membutuhkan waktu yang lebih panjang.
"Karena mengubah mindset dan perilaku di lingkungan kepolisian ternyata tidak mudah," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.