Dalam waktu sepersekian detik, saat orang-orang berhenti sejenak untuk melakukan penghormatan, sebuah granat meledak.
Dari sebelah kiri gedung dilemparkan sebuh granat lagi. Dari sebelah kanan menyusul yang lain.
Saat itu, hal utama yang dipikirkan Bung Karno adalah melindungi anak-anak. Bung Karno merunduk untuk menyembunyikan anak-anak ketika seorang pengawal mendorongnya ke bawah belakang mobil.
Bung Karno menggunakannya sebagai perisai sampai sebuah granat yang dilemparkan dari jarak lima meter menembus mesin, menghancurkan kaca depan, merobek bagian dalam mobil menjadi serpihan dan meledakkan dua ban.
Granat yang keempat dilemparkan dari seberang jalan meremukkan sisi lain mobil. Anak-anak berteriak dan lari ketakutan memasuki gedung sekolah.
Baca juga: Saat Soekarno Dibuat Kesal Menunggu Presiden AS Eisenhower
Tamu-tamu berguling ke bawah kendaraan dan masuk selokan. Puluhan orang kena. Ratusan terbanting ke tanah.
Bung Karno melihat ledakan membuat seorang inspektur polisi terlontar menghantam sebuah tiang. Darah berserakkan.
Setelah mobil itu diledakkkan. Ajudan Bung Karno, Mayor Sudrato menarik tangannya. Bung Karno bersama ajudannya lari menyeberangi jalan. Dalam keadaan gelap dan panik, Bung Karno terjatuh ke tanah.
Sang ajudan menolong Bung Karno, lalu mereka lari ke sebuah rumah milik seorang Belanda.
Lalu, muncul lagi ledakan yang lelima.
Dalam beberapa menit polisi dan tentang sudah berada di tempat kejadian. Menyusul mobil ambulans, lalu diadakan rumah sakit darurat di gedung sekolah itu. 48 anak luka parah. Beberapa orang bahkam cacat seumur hidup.
Pukul 10.00 malam kendaraan cadangan membawa Bung Karno ke Istana. Sesampainya di Istana, Presiden Soekarno menenangkan rakyat melalui radio.
“Berkat berkat perlindungan Tuhan aku masih hidup dan tidak luka sedikit pun,” kata Bung Karno.
Baca juga: Soekarno dan Hatta, Dwitunggal yang Terpisahkan oleh Politik tetapi Tetap Bersahabat
Dalam waktu 24 jam, intelejen berhasil menangkap para pelaku.
Bung Karno melihat prosesi penguburan para korban. Ia menundukkan kepala mengenang korban-korban yang tidak berdosa dikuburkan ke dalam tanah.
Dia mengingat sembilan anak dan seorang perumpuan hamil yang dilihatnya sendiri jatuh tersungkur tak bernyawa di dekatnya. Karena seorang fanatik yang hendak membunuh Bung Karno, mereka harus memberikan nyawanya.
Dan karena itu, Bung Karno membubuhkan tanda tangan menghukum Kartosoewirjo. Di tahun 1963 Kartosuwirjo mengakhiri hidupnya di hadapan regu penembak.
Ini bukan tindakan untuk memberikan kepuasan hati, kata Bung Karno. Tetapi, ini adalah tindakan untuk menegakkan keadilan.
Baca juga: Cerita tentang Bung Karno yang Takut Naik Kuda...