KOMPAS.om – Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. HK.01.07/MENKES/446/2021.
Keputusan ini menetapkan penggunaan rapid test antigen sebagai salah satu metode dalam pemeriksaan Covid-19. Melalui Kepmenkes ini, diharapkan semakin banyak masyarakat yang mendapatkan akses uji Covid-19.
Kebijakan skrining ini akan terus dibarui sesuai kondisi yang ada dengan tetap mempertimbangkan kenyamanan masyarakat termasuk untuk mereka yang mobilitasnya tinggi.
“Tentu, ini mempertimbangkan antigen jauh lebih cepat dan murah, dengan akurasi mendekati tes polymerase chain reaction (PCR),” ujarnya dalam keterangan tertulis yang direima Kompas.com, Kamis (24/6/2021).
Baca juga: Satgas: Tak Perlu Panik dan Buru-buru ke RS jika Hasil PCR Positif Covid-19
Wiku menjelaskan, antigen digunakan untuk melacak kontak erat, penegakan diagnosis dan skrining Covid-19 dengan kondisi tertentu, seperti menghadiri kegiatan atau sebagai syarat bila seseorang ingin melakukan perjalanan.
Dia mengingatkan, ada beberapa situasi yang dapat menurunkan efektivitas tes antigen, seperti penggunaan antigen yang tidak dikonfirmasi dengan tes PCR pada orang dengan kemungkinan terinfeksi atau kontak erat.
Kemudian, penggunaan antigen yang tidak sesuai mutu standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pengambilan sampel swab yang tidak sesuai prosedur, seperti di sepertiga hidung anterior dapat berdampak pada penurunan efektivitas tes antigen.
Berdasarkan data, pengikutsertaan hasil tes antigen dalam pemeriksaan nasional yang dilakukan sejak minggu ke-4 Februari menunjukkan peningkatan tes antigen yang sedikit lebih tinggi dari pada PCR.
Namun, perlu ditekankan bahwa jumlah orang yang diperiksa oleh PCR tidak berkurang jumlahnya. Artinya, pemeriksaan PCR memang tidak dikurangi di lapangan.
“Menyikapi keadaan ini, saya meminta kepada seluruh pemerintah daerah untuk memastikan penggunaan antigen yang tetap pada fungsinya dan dengan metode yang tepat,” jelasnya.
Wiku menegaskan, bila ada kasus tertentu yang perlu konfirmasi PCR, maka harus diteruskan dengan tes PCR agar hasilnya lebih akurat.
Ia juga mengingatkan, pemeriksaaan dengan metode PCR tetap dimasifkan walaupun telah ada metode rapid test antigen.
“Ingat, PCR tetap menjadi gold standard atau standar tertinggi pemeriksaan Covid-19,” jelasnya.
Baca juga: Satgas Covid-19 Minta Pemda Terapkan Mekanisme PPKM Mikro secara Benar
Lebih lanjut, Wiku menambahkan, semua pihak harus bijak dalam melihat data positivity rate kasus Covid-19 agar tidak salah menafsirkan keadaan.
Imbauan ini muncul menyusul meningkatnya tren positivity rate kasus Covid-19 secara nasional dalam beberapa minggu terakhir.
Berdasarkan data per minggu ke-3 Juni 2021, positivity rate di Indonesia mencapai angka 14,64 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang dipatok WHO, yaitu 5 persen.
“Rentang waktu 14 hari adalah yang paling efektif dalam penentuan langkah intervensi kebijakan selanjutnya,” terangnya.
Mengingat rentang yang terlalu singkat atau terlalu lama, seperti harian atau 2 bulanan, dapat mengaburkan situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Baca juga: Satgas Minta Pasien Covid-19 Patuhi Prosedur Isolasi Mandiri
Jika berkaca pada data sejak awal pandemi, positivity rate di Indonesia pernah mencapai puncak paling tinggi, sebesar 28,25 persen di dua minggu pertama Januari 2021.
Oleh karena itu, positivity rate sekarang yang sudah mendekati 15 persen ini harus diwaspadai dan semaksimal mungkin dikendalikan.
Wiku menjelaskan, mengingat positivity rate ditentukan dari jumlah orang yang diperiksa, maka ada beberapa kondisi yang mempengaruhi akurasinya.
Salah satunya terbatasnya sumber daya dan akses pada fasilitas tes. Ini karena penggunaan fasilitas tes diprioritaskan untuk yang sudah memiliki gejala atau kontak erat.
Dengan begitu, bukan tidak mungkin hasil tes cenderung menunjukkan positif Covid-19, karena sudah dikerucutkan pada kelompok orang yang memang memiliki gejala atau kontak erat.
“Di Indonesia, pada umumnya orang sehat tidak menjalani tes Covid-19, dan hal ini dapat mempengaruhi angka positivity rate menjadi tinggi”, ujar Wiku.
Oleh karena itu, penggunaan rapid test antigen diharapkan semakin banyak masyarakat yang mendapatkan akses uji Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.