Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Praktik Penyiksaan di Indonesia Sangat Mengkhawatirkan

Kompas.com - 25/06/2021, 13:53 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menyatakan, praktik penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi di Indonesia sangat mengkhawatirkan.

Menurutnya, penyiksaan selalu terkait dengan kekuasaan dan proses hukum.

"Kalau kita bicara tentang praktik penyiksaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya di Indonesia, ini kita sudah berada pada situasi yang sebenarnya sangat mengkhawatirkan," kata Amiruddin, dalam diskusi daring bertajuk Kenali dan Cegah Penyiksaan, Wujudkan Segera Ratifikasi OPCAT, Jumat (25/6/2021).

Baca juga: LPSK: Penyiksaan oleh Aparat Tidak Boleh Dianggap Lumrah

Menurut Amiruddin, praktik penyiksaan merupakan fenomena puncak gunung es. Artinya, penyiksaan yang dilaporkan ke Komnas HAM dan diberitakan media tidak menggambarkan jumlah sebenarnya.

Ia menduga, ada banyak kasus penyiksaan yang terjadi, namun tidak dilaporkan.

"Nah hal-hal yang (dilaporkan ke) Komnas HAM atau muncul di media hanya puncak gunung es saja," ujarnya.

Oleh karena itu, Komnas HAM bersama Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman, Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) mendorong penghentian praktik penyiksaan.

Selain itu, Pemerintah juga didorong untuk meratifikasi Optional Protocal Convention Against Tortutre (OPCAT) atau Protokol Operasional Menentang Penyiksaan yang dinilai sangat mendesak.

Di sisi lain, Ia berharap Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemenlu, Polri, TNI hingga DPR bekerja sama dalam upaya menghapus praktik penyiksaan.

"Kenapa? mendesaknya ini berhubungan dengan martabat dan harkat manusia rakyat Republik Indonesia ketika ia berhadapan dengan proses hukum," ungkapnya.

Baca juga: Pemerintah Upayakan Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan

Berdasarkan catatan LPSK, terdapat 118 permohonan perlindungan terkait kasus penyiksaan pada periode 2014 hingga 2020

Profesi pelaku penyiksaan terbanyak berasal dari anggota Polri, disusul TNI dan sipir lembaga pemasyarakatan.

Adapun praktik penyiksaan yang banyak dilakukan oleh polisi terjadi dalam tahap pengungkapan perkara dengan tujuan memperoleh pengakuan tersangka.

Sementara Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat 62 kasus penyiksaan dalam periode Mei 2019 hingga Juni 2020.

Pelaku yang paling dominan ialah polisi (48 kasus), disusul TNI sebanyak 9 kasus, dan terakhir sipir dengan 5 kasus.

Sementara, dari keseluruhan kasus yang terdata, terdapat 220 orang korban dengan rincian 199 luka-luka dan 21 tewas.

Baca juga: Komnas HAM Minta Kapolri Buat Kebijakan Zero Tolerance Praktik Penyiksaan oleh Oknum Polisi

Adapun motif penyiksaan pada umumnya ialah untuk memaksa pengakuan korban (40 Kasus) dan sebagai bentuk penghukuman (23 kasus).

Kemudian, sebanyak 34 kasus terjadi di tempat umum sementara 29 kasus terjadi di sel tahanan.

Mayoritas kasus penyiksaan terjadi pada korban salah tangkap (47 kasus) dibandingkan pada kriminal (16 kasus). Penyiksaan kerap dilakukan menggunakan tangan kosong, yakni 49 peristiwa.

Terdapat pula peristiwa yang menggunakan benda keras, senjata api, listrik, dan senjata tajam untuk memberikan penderitaan kepada korban.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com