JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan berulangnya kasus penyiksaan yang dilakukan oleh aparat negara kepada warga.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menyatakan, aparat penegak hukum harus membuka mata dan lebih serius dalam mengatasi fenomena tersebut.
"Aparat tidak boleh menganggap lumrah atau patut melakukan penyiksaan dengan apa pun," kata Edwin dalam siaran pers, Kamis (11/2/2021).
Hal itu disampaikan Edwin menanggapi kasus kematian seorang warga bernama Herman yang meninggal satu hari setelah dijemput paksa dan dibawa ke Polres Kota Balikpapan pada Desember 2020.
Edwin menuturkan, Polri sebagai penegak hukum harus membangun mekanisme kontrol yang ketat untuk mencegah terjadinya penyiksaan.
Apalagi, kata Edwin, metode yang digunakan oleh polisi dalam mendapatkan informasi untuk memenuhi alat bukti masih berorientasi pada pengakuan, khususnya untuk kasus-kasus yang minim alat bukti.
Baca juga: Berawal Dituduh Mencuri Ponsel, Herman Tewas Diduga Dianiaya Oknum Polisi di Tahanan, Ini Faktanya
Kendala lainnya, istilah penyiksaan tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan cenderung disamakan dengan kasus penganiayaan.
Untuk itu, Edwin mengusulkan agar dibuat regulasi khusus mengenai penyiksaan sebagai tindak pidana yang juga mengatur agar korban penyiksaan mendapatkan pemulihan serta memaksimalkan ganti kerugian.
“Sebaiknya kita sudah harus mulai merumuskan penyiksaan sebagai tindak pidana dalam rancangan KUHP,” kata Edwin.
Edwin menambahkan, tindakan penyiksaan merupakan kejahatan prioritas yang ditangani LPSK. Sejak 2014 hingga 2020, LPSK telah menerima 118 permohonan perlindungan kasus penyiksaan.
Berdasarkan catatan LPSK, profesi pelaku penyiksaan terbanyak berasal dari oknum anggota Polri, disusul TNI dan sipir lembaga pemasyarakatan.
Adapun praktik penyiksaan yang banyak dilakukan oleh polisi terjadi dalam tahap pengungkapan perkara dengan tujuan memperoleh pengakuan tersangka.
Diberitakan sebelumnya, seseorang bernama Herman (39 tahun) tewas setelah ditahan oleh aparat Polresta Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dikutip dari Kompas.id, Herman dibawa polisi pada Rabu (2/12/2020) malam. Keesokan harinya, pada Kamis (3/12/2020), pihak keluarga diberitahu bahwa Herman telah tiada.
Saat diserahkan kepada keluarga, jasad Herman berada dalam kondisi penuh lebam dan luka.
Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, berharap, kepolisian memproses kasus ini secara terbuka agar kasus serupa tidak terulang.
LBH Samarinda pun mengecam pembunuhan di luar putusan pengadilan atau extrajudicial killing.
"Karena bagaimanapun, oknum polisi tidak berhak membunuh tahanan di dalam sel. Malah, seharusnya seorang tahanan itu dijaga agar dia siap menjalani proses pemeriksaan dan persidangan. Kita berharap institusi Polri itu bersih," katanya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.