Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemen PPPA Ungkap Kesulitan Dapatkan Data Kekerasan Perempuan dan Anak

Kompas.com - 22/06/2021, 14:20 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lies Rosdianty mengungkapkan bahwa pihaknya kesulitan mendapatkan data kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ia menilai, selain karena data tersebar di berbagai unit layanan dan tidak terintergasi, juga terdapat fenomena gunung es terkait kekerasan perempuan dan anak. 

"Tidak mudah untuk mendapatkan data kekerasan dan ada semacam fenomena gunung es, sementara data juga tersebar dan tersedia di berbagai unit layanan penanganan kekerasan dan belum ada standar data sehingga perlu ada integrasi," kata Lies dikutip dari siaran pers, Selasa (22/6/2021).

Baca juga: Menteri PPPA: Salah Satu Akar Masalah Kekerasan Perempuan dan Anak adalah Ekonomi

Kendala lain dalam sulitnya mendapatkan data tersebut juga karena pelaporan masyarakat yang tertunda. Hal tersebut karena masyarakat tidak langsung melaporkan setelah kejadian.

Kemudian tertundanya pencatatan kasus oleh operator layanan karena mereka tidak langsung mencatatkan dalam aplikasi ketika terjadi kasus.

Termasuk kompetensi pengelola aplikasi Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), yang merupakan aplikasi khusus pelaporan kekerasan perempuan dan anak yang masih kurang baik secara kualitas maupun kuantitas.

"Selain itu mekanisme verifikasi dan validasi data perlu standar baku, perlu ada manajemen layanan terpadu penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta perlu koordinasi unit layanan lintas kementerian/lembaga," kata dia.

Selama ini, pencatatan data kekerasan baik korban maupun pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebar pada unit-unit layanan.

Baca juga: Menteri PPPA: Tiada Hari Tanpa Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Namun mekanisme dan format pencatatan data kekerasan masih bervariasi sesuai kebutuhan unit layanan.

Kemudian belum dilakukan standardisasi pencatatan sehingga data yang dihasilkan sangat beragam.

Aplikasi Simfoni PPA yang dibangun pada 2016 sebagai sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan pun masih terus dikembangkan.

Penggunanya adalah admin baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota serta operator dari berbagai unit layanan kekerasan perempuan dan anak di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Aplikasi tersebut dapat diakses oleh operator dan publik secara real time serta akses aplikasi melalui www.kekerasan.kemenpppa.go.id.

Lien mengatakan, data yang valid sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan opsi terbaik dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Data juga bermanfaat sebagai dasar penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baca juga: Wali Kota Ambon Sebut Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Meningkat pada 2020

"Di sisi lain, keberadaan data yang valid dan terintegrasi juga bermanfaat sebagai bahan evaluasi terhadap intervensipenanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang telah dilakukan," ucap dia.

Berdasarkan data Simfoni PPA pada periode 1 Januari-9 Juni 2021, telah terjadi 2.319 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan jumlah korban sebanyak 2.347 orang.

Sementara kekerasan terhadap anak terdapat 3.314 kasus dengan jumlah korban ada sebanyak 3.683 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com