Keputusan pemberhentian pegawai KPK belakangan menuai banyak kritik dari masyarakat. Ketidakjelasan indikator atau tolok ukur TWK dikhawatirkan akan menimbulkan stigmatisasi terhadap pegawai.
Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz, tak memungkiri adanya tudingan negatif terhadap pegawai yang tidak lolos tes.
Ia menilai, narasi radikalisme atau Taliban kembali menguat karena indikator dan ukuran dalam TWK yang tidak jelas.
Darraz berpandangan, narasi negatif tersebut merupakan bagian dari upaya pelemahan KPK. Pegawai yang selama ini dianggap kritis coba disingkirkan melalui TWK dan dicap radikal.
“Masalahnya mereka yang dianggap tidak lulus TWK dan dituding tidak cakap dalam wawasan kebangsaan tanpa bukti yang jelas dan meyakinkan. Mereka yang selama ini mengkritik pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK,” ujar Darraz, saat dihubungi, Kamis (27/5/2021).
Baca juga: Pembangkangan dan Omong Kosong Isu Taliban di Gedung Merah Putih KPK
Narasi Taliban dan radikalisme ini sempat ramai di media sosial saat polemik revisi Undang-Undang tentang KPK.
Analis media sosial dan digital Universitas Islam Indonesia (UII) Ismail Fahmi menyebut isu tersebut diembuskan secara sistematis pada 7 September hingga 13 September 2019.
Fahmi menuturkan, kelompok pendukung revisi UU KPK menggunakan narasi lembaga antikorupsi itu dipenuhi dengan orang-orang yang berpaham radikal.
Kemudian, kelompok penolak revisi UU KPK menegaskan tidak ada radikalisme di internal KPK. Isu radikalisme ini juga sudah dibantah oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Alexander Marwata.
"Kalau Taliban dalam pengertian militan pemberantasan korupsi mungkin iya, tapi kalau Taliban yang lain, mungkin hanya ada di Afganistan," kata Alexander.
Baca juga: Pimpinan KPK Bantah Isu Radikalisme dan Taliban
Mengenai narasi radikalisme, Darraz mengatakan, belum pernah ada indikator yang dapat membuktikan hal itu. Misalnya, indikator terkait fanatisme, sikap intoleran, anti-kebinekaan dan kekerasan.
"Apa indikatornya? Apakah pegawai KPK yang anti-Pancasila, UUD 1945, NKRI? Apakah ada pandangan yang menyebut negara ini thagut? Apakah ada staf KPK yang intoleran, anti-kebinekaan, antikonstitusi, fanatik?" ucap Darraz.
"Saya pernah juga berdialog dengan pimpinan KPK periode sebelum ini. Saya tidak melihat ada kesan-kesan proses radikalisasi di tubuh KPK," kata mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.