Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Wakil Ketua KPK: Pemecatan Pegawai Harus melalui Audit, Tak Bisa Berdasarkan Tes

Kompas.com - 18/06/2021, 17:28 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochammad Jasin menegaskan, pemecatan pegawai di KPK harus melakui pengawas internal. Menurut dia, pegawai yang memiliki kesalahan pun tidak bisa dipecat sebelum pemeriksaan.

“Jadi pemecatan itu harus ada background dan ada auditnya, di KPK ada pengawas internal,” kata Jasin, dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jumat (17/6/2021).

Baca juga: Sejumlah Eks Pimpinan Jelaskan Nilai-nilai di KPK kepada Komnas HAM

Jasin menyebut, apabila ada pegawai KPK yang melakukan pelanggaran etik, maka pelanggaran tersebut akan dibuktikan melalui pengawas internal.

Apabila pegawai tidak bisa mencapai kinerja yang baik pun, indikatornya harus bisa dibuktikan.

“Apabila dia melanggar hukum maka ada hal-hal yang di-eksplore atau digali dari apa pelanggaran hukum yang dilakukan,” papar Jasin.

“Jadi tidak hanya sekedar ngetes aja terus dijadikan dasar untuk melengserkan pegawai KPK tidak bisa itu, dasarnya harus audit atau pemeriksaan,” kata dia.

Baca juga: Semua Pimpinan KPK Dinilai Harus Penuhi Panggilan Komnas HAM Untuk Meredam Kontroversi TWK

Adapun kedatangannya di Komnas HAM yakni untuk memberikan keterangan terkait pengusutan laporan dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

"Jadi kami dimintai keterangan sebenarnya untuk menggali beberapa informasi sebagai bahan pengambilan keputusan untuk Komnas HAM," kata Jasin

"Informasi itu digali dari berbagai angle, artinya ada beberapa pihak yang dimintai keterangan, demikian juga khusus hari ini adalah mantan pimpinan KPK," ucap dia.

Pemberian informasi yang dibutuhkan Komnas HAM itu juga dihadiri oleh mantan pimpinan KPK lain secara daring.

"Tadi yang offline hanya saya, yang online ada Abraham Samad, Saut Situmorang, dan Bambang Widjojanto," ujar Jasin.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Nurul Ghufron Tidak Tahu Siapa Pengagas Ide TWK

Jasin menjelaskan, setidaknya ada tiga poin yang dibahas dengan Komnas HAM. Pertama, yaitu mengenai lingkup KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Misalnya, pelaksanaan suatu peraturan dan kode etik yang menjadi acuan pelaksanaan tugas KPK sebagai prosedur operasi standar (SOP).

Kedua, mengenai pengambilan keputusan di KPK terkait kolektif kolegial pimpinan KPK. Ketiga, hal-hal lain terkait independensi lembaga antirasuah itu.

"Seperti apa aturannya adalah aturan yang ada di undang-undang atau aturan mengikat yang harus ditaati berkaitan dengan konvensi PBB menentang korupsi," ujar Jasin.

"Jadi lingkup yang dibahas antara lain itu, mengenai nilai-nilai di KPK," tutur dia.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Ada 3 Klaster Pertanyaan yang Tak Bisa Dijawab Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, kedatangan mantan pimpinan KPK adalah untuk melengkapi informasi-informasi yang dibutuhkan Komnas HAM.

Informasi itu, kata dia, berupa kebijakan dan hubungan antara pimpinan dengan pegawai di KPK.

"Hari ini salah satu yang didalami adalah mendapat keterangan dari para pimpinan terdahulu, salah satunya, hubungan antara staf dengan pimpinan kayak apa," ujar Anam.

Selain itu, kata dia, digali juga beberapa informasi terkait bagaimana melihat kinerja pegawai hingga mekanisme penyelesaian kasus di KPK.

"Jadi tata kelolanya kayak apa, bagaimana hubungan tata kelola teman-teman staf, di tengah, di atas dan sebagainya itu kita sasar semuanya," kata Anam.

Baca juga: Keterangan Kepala BKN soal TWK Dibutuhkan, Komnas HAM: Tidak Bisa Diwakilkan

Seperti diketahui, Komnas HAM menerima laporan terkait adanya dugaan pelanggaran HAM dari sejumlah pegawai KPK yang tak lolos TWK.

Adapun dari tes tersebut sebanyak 75 dinyatakan tidak lolos, 51 di antaranya diberhentikan dan 24 pegawai lain akan dibina.

Komnas HAM kemudian memproses laporan tersebut dengan memanggil sejumlah pihak yang terlibat dalam TWK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com