Karena itu, Koalisi Advokasi Narkotika untuk kesehatan, mendorong supaya reformasi kebijakan narkotika yang berbasiskan bukti dapat segara dilakukan oleh Pemerintah dan DPR.
"Hal ini tentu dengan memperhatikan berbagai perkembangan dunia internasional terkait posisi tanaman ganja seperti perkembangan terakhir pada akhir tahun 2020, yakni mengenai perubahan penggolongan ganja/cannabis dalam Konvensi Tunggal Narkotika berdasarkan rekomendasi WHO setelah mempertimbangkan manfaat medis yang dikandungnya," ucapnya.
Ia mengatakan, kebijakan narkotika harus tidak lagi bertumpu pada pendekatan penegakan hukum seperti yang sekarang dilakukan sehingga berdampak pada masalah penjara yang kelebihan muatan.
Namun, lanjut Erasmus, perlu lebih mengarahkan pada pendekatan kesehatan masyarakat dan harm reduction (pengurangan dampak buruk) dari penggunaan narkotika.
Sebagai salah satu langkah yang ditempuh untuk mendorong perubahan kebijakan tersebut, koalisi telah mengajukan permohonan uji materil Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika yang melarangan penggunaan narkotika untuk kepentingan kesehatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan perkembangan terakhir, sidang selanjutnya akan diselenggarakan pada Selasa, 22 Juni 2021 dengan agenda mendengar keterangan dari DPR dan pemerintah.
"Dengan adanya permohonan uji materil ini diharapkan dapat menyadarkan kembali para pembuat kebijakan bahwa tujuan ketersediaan narkotika sebagaimana diamanatkan oleh UU Narkotika adalah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, sehingga peluang penelitian-penelitian terhadap Narkotika Golongan I yang berorientasi untuk kepentingan medis dapat juga segera dilakukan," kata Erasmus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.