Pihak Imigrasi Singapura kemudian mengirimkan surat kepada Atase Imigrasi KBRI di Singapura untuk memastikan apakah dua nama yang berbeda itu sebenarnya merupakan sosok yang sama.
Berdasarkan data di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dipastikan dua nama itu sama. Adelin juga diduga memberi keterangan palsu karena tidak pernah dikeluarkan surat terkait dengan nama Hendro Leonardi.
Di persidangan, Adelin mengaku bersalah. Pengadilan Singapura, pada 9 Juni 2021, menjatuhi hukuman denda sebesar 14.000 Dolar Singapura, mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi kepada pemerintah Indonesia, dan mendeportasinya kembali ke Indonesia.
Baca juga: Kemenlu Singapura Tak Beri Izin Penjemputan Langsung Adelin Lis
Momentum buka kasus kehutanan yang terbengkalai
Aktivis lingkungan di Sumatera Utara, Mangaliat Simarmata, mengapresasi langkah berbagai pihak yang menuntaskan kasus Adelin.
Menurutnya, pemulangan Adelin menjadi momentum untuk menyelesaikan kasus-kasus kehutanan yang terjadi pada masa itu.
"Ada kasus-kasus pembalakan hutan yang muncul saat itu, namun yang diusut hanya kasus Adelin Lis," kata Mangaliat, dikutip Kompas.id, Kamis (17/6/2021).
Mangaliat pun lebih mendukung penuntasan kasus hukum Adelin dilakukan di Jakarta daripada di Medan. Hal ini agar lebih terpantau dan menghindari pelanggaran.
"Pelarian dan vonis bebasnya menunjukkan ini kasus tingkat tinggi. Penuntasan kasus ini merupakan utang negara yang harus dibayar," tuturnya.
Hal serupa disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut periode 2005-2008 Job Purba.
Ia menilai, banyak kasus kejahatan lingkungan yang belum tuntas. Bahkan, yang sudah berkeputusan hukum tetap juga belum dieksekusi, seperti kasus Register 40 di Sumatera Utara.
Baca juga: Rekam Jejak Buronan Adelin Lis, Terlibat Pemukulan Staf KBRI Beijing Saat Hendak Ditangkap
Namun, Job merasa tidak perlu mengapresiasi kejaksaan atas ditemukannya Adelin Lis karena tidak yakin selama ini aparat benar-benar mencari buron itu. Ia justru mempertanyakan, bagaimana mungkin keberadaannya selama 13 tahun tidak terlacak.
"Kita lihatlah komitmen negara dalam menuntaskan kasus ini," kata Job.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.