JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara disebut mengubah skema pemberian kuota pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 di wilayah Jabodetabek periode II yaitu pada Juli-Desember tahun 2020.
Perubahan itu dilakukan Juliari karena target penerimaan fee pada periode pertama pengadaan bansos tidak tercapai.
Keterangan disampaikan eks pejabat pembuat komitmen (PPK) program Bansos Covid-19 Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso yang dihadirkan sebagai saksi dalam lanjutan persidangan terdakwa Juliari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (7/6/2021).
Joko juga berstatus terdakwa dalam kasus ini.
Baca juga: Bantah Meminta Sesuatu kepada Pihak Juliari, Hakim: Penyuap dan Pemberi Suap Masuk Neraka!
"Yang menyampaikan Pak Juliari katanya di putaran kedua ada perubahan pola, saya tidak disampaikan detail alasannya karena waktu itu yang mengoordinasikan Pak Kukuh dan Pak Pepen serta pejabat Kemensos lainnya tapi dirasakan Pak Menteri (fee) kurang memuaskan," ungkap Joko dikutip dari Antara.
Kukuh yang disebut Joko adalah tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, sementara Pepen adalah Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin.
Adapun Joko dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Juliari Batubara. Joko diketahui sempat menjabat sebagai Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos).
Dalam kesaksiannya, Joko menyebut bahwa perubahan skema pemberian kuota pengadaan bansos dilakukan dengan cara membagi koordinasi pada tiga orang.
Tiga orang itu adalah Ketua Komisi III DPR Herman Hery, mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ikhsan Yunus dan Juliari Batubara sendiri. Ketiganya diketahui merupakan politikus dari PDI-P.
"Perubahan polanya dari 1,9 juta paket per tahap, 1 juta paket dikoordinir oleh Pak Herman Hery, yang 400 ribu paket dikoordinir Ikhsan Yunus, 200 ribu paket oleh Pak Juliari sendiri dan 300 ribu paket istilahnya bina lingkungan," terang Joko dalam persidangan.
Joko mengaku dirinya dan Adi Santoso mengkoordinasi paket bansos sebanyak 300 ribu yang masuk dalam kategori bina lingkungan.
Bina lingkungan, sambung Joko, merupakan kategori yang diberikan untuk perusahaan-perusahaan baru yang belum pernah terlibat sebagai penyedia paket bansos.
Baca juga: Terpidana Korupsi Bansos Covid-19 Akui Pernah Bertemu Juliari Batubara Dua Kali
"Bina lingkungan itu sebenarnya mengakomodasi vendor-vendor yang belum pernah mendapat kuota pekerjaan, jadi untuk mengakomodir vendor-vendor lain yang belum dapat, pengelolanya saya dan Pak Adi," sebutnya.
Joko mengatakan untuk 1 juta paket bansos yang dikoordinir Herman Hery, operatornya adalah Ivo, Yogi, Stevano dan Budi Pamungkas. Sedangkan 400 ribu paket bansos yang dikoordinir Ikhsan Yunus yang menjadi operator adalah Yogas dan Iman, sementara 200 ribu paket yang dikoordinir Juliari operatornya adalah Kukuh.
"Kukuh itu jadi operator mulai tahap 1,3,5,6 tapi untuk tahap 7-12, perusahaan-perusahaan vendornya tidak berkoordinasi dengan saya, jadi saya tidak tahu," paparnya.
Pada perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Juliari menerima uang fee dana bansos Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada 2020 lalu sebesar Rp 32,48 miliar.
Uang itu diterima Juliari dari 109 perusahaan yang terlibat dalam pengadaan bansos.
Diduga uang itu diterima Juliari melalui dua stafnya yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Baca juga: KPK Jebloskan Dua Penyuap Juliari Batubara ke Penjara
Majelis hakim telah memvonis dua penyuap Juliari dalam perkara ini yaitu Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utomo, Ardian Iskandar Maddanatja, serta Harry Van Sidabukke.
Keduanya divonis majelis hakim dengan kurungan 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan. Majelis hakim menilai keduanya terbukti telah melakukan suap pada Juliari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.