JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari Direktorat Penyelidikan mengirimkan surat terbuka kepada pimpinan KPK.
Surat tersebut terkait adanya 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Surat terbuka untuk para pimpinan ini juga dibagikan kepada para awak media pada Kamis (27/5/2021).
Adapun dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK tersebut 51 di antaranya diberhentikan dan 24 pegawai akan dibina kembali.
Baca juga: PGI: Kami Menentang Semua Upaya Pelemahan KPK
Atas kebijakan pimpinan KPK itu, sejumlah pegawai KPK yang lolos membuat lima poin permintaan.
Pertama, mereka meminta dilakukan penundaan pelantikan yang direncanakan tanggal 1 Juni 2021, hingga ada kejelasan mengenai pelaksanaan peralihan pegawai KPK telah sesuai dengan aturan, prinsip hukum, dan arahan dari Presiden Joko Widodo.
"Hal ini agar lebih dahulu memperbaiki pelaksanaan peralihan pegawai KPK, sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru secara materiil maupun formil," tulis mereka dalam surat kepada pimpinan yang diterima Kompas.com, Kamis.
Kedua, meminta agar pimpinan menjamin seluruh pegawai KPK akan dilantik menjadi ASN sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan arahan Presiden Joko Widodo.
Ketiga, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, mereka pun tidak mendukung adanya pemberhentian pegawai atau segala bentuk yang berakibat tidak beralihnya pegawai KPK sebagai ASN.
Keempat, mereka juga meminta agar hasil tes (lengkap berikut kertas kerja) dapat dibuka, sesuai dengan perintah UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 17 huruf h angka 5 dan Pasal 18 ayat 2, yaitu berdasarkan Persetujuan Tertulis dari masing-masing pegawai.
"Kelima, kami berharap agar dapat diberikan kesempatan berdialog dengan pimpinan selaku orang tua mereka di KPK, secara langsung, baik itu dalam forum kecil atau melalui sarana prasarana sesuai protokol kesehatan, untuk bersama-sama menyepakati solusi atas keresahan ini sebelum tanggal 1Juni 2021," tulis mereka dalam permintaanya.
Baca juga: Polemik TWK Pegawai KPK, AHY: Cepat atau Lambat Kebenaran Akan Terkuak
Selain pegawai KPK, sejumlah aliansi masyarakat sipil, tokoh-tokoh agama, hingga pegiat antikorupsi juga menolak adanya pemberhentian pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK tersebut.
Jokowi bertanggung jawab
Tim Peneliti Dewi Keadilan Social Justice Mission misalnya, tim peneliti meminta Presiden Joko Widodo bertanggung jawab dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belakangan menuai polemik tersebut.
Jokowi diminta melantik seluruh pegawai KPK menjadi ASN, tanpa terkecuali.
"Saran kepada Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk menjalankan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dengan melantik seluruh pegawai KPK menjadi ASN," kata tim peneliti, Feri Amsari, melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (30/5/2021).
Baca juga: Dinilai Paling Bertanggung Jawab, Presiden Diminta Lantik Seluruh Pegawai KPK Jadi ASN
Feri Amsari, tim peneliti terdiri dari Lalola Easter Kaban, Fadli Ramadhanil, Usman Hamid, Nanang Farid Syam, Laras Susanti, dan Erwin Natosmal Oemar.
Para peneliti menilai bahwa presiden sedari awal bertanggung jawab dalam proses alih status pegawai KPK. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatan presiden dalam merevisi UU KPK bersama DPR.
Meskipun perubahan UU KPK merupakan usulan DPR, tetapi, tanpa persetujuan presiden mustahil sebuah rancangan UU dapat dibahas lebih lanjut.
"Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 merupakan rencana bersama presiden dan DPR untuk mengalihstatuskan pegawai KPK menjadi ASN," ujar Feri.
Pada titik tertentu, menurut Feri, presiden merancang dirinya untuk dapat mengendalikan seluruh ASN yang ada.
Namun, dalam konteks pegawai KPK, ternyata kepala negara tidak mengambil tindakan yang nyata.
Hal itu dibuktikan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Baca juga: Pegawai KPK: Materi TWK Tak Berkorelasi dengan Antikorupsi, Cenderung Melecehkan
Pasal 3 PP tersebut mengatur bahwa presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.
Oleh karena itu, jika presiden menghendaki, pegawai KPK dengan mudah dapat dialih-statuskan menjadi PNS, tanpa perlu sesuai kehendak pimpinan KPK sama sekali.
"Jadi apabila ditanyakan siapakah yang paling bertanggung jawab dalam mengangkat dan memberhentikan pegawai KPK atau pengalihstatusan pegawai KPK menjadi ASN? Jawabnya satu, Presiden Joko Widodo," ujar Feri.
Presiden pun diminta tak lari dari tanggung jawabnya dengan membiarkan 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai menjadi ASN diberhentikan begitu saja.
"Presiden tidak dapat lari dari tanggung jawabnya dengan mencoreng nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dengan membenarkan isi materi tes wawasan kebangsaan alih status pegawai KPK tersebut," tutur Feri.
Sebelumnya diberitakan, 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK diberhentikan karena dinilai tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, hanya ada 24 pegawai yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi ASN.
Baca juga: Ray Rangkuti Nilai Alasan Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Bisa Dibina adalah Penghinaan
Adapun Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan, hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai yang tidak lolos tes. Seharusnya, hasil tes menjadi masukan untuk memperbaiki KPK.
"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).
Pemberhentian 51 pegawai KPK itu pun menuai kritik dan dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.