JAKARTA, KOMPAS.com – Berbedanya pernyataan Presiden Joko Widodo dengan keputusan pemberhentian 51 pegawai Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) mengundang pertanyaan dari publik.
Guru Besar dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai, pemberhentian 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berarti insubordinasi atau tidak patuh terhadap perintah Presiden Joko Widodo.
Seperti diketahui, sebanyak 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status menjadi ASN akhirnya diberhentikan.
Baca juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan karena TWK, Pukat UGM Minta Presiden Turun Tangan
Mereka dinilai tak bisa dibina kembali aspek kebangsaannya sehingga dinilai tak layak menjadi ASN.
Keputusan memecat 51 pegawai KPK dalam proses alih status menjadi ASN tersebut ditentukan oleh KPK melalui penilaian TWK yang dibuat oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Padahal sebelumnya Presiden Joko Widodo secara tega telah menyatakan proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 19 Tahun 2019 yang merupakan Undang-undang KPK hasil revisi menyatakan tak boleh merugikan para pegawai yang telah mengabdi di lembaga antirasuah tersebut.
Pernyataan Jokowi sedianya mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi Undang-undang KPK mengenai pasal yang mengatur alih status kepegawaian tersebut.
"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).
Baca juga: 51 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Dinilai Tak Bisa Dibina, Ini Penjelasan BKN
"Dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," tuturnya.
Berbedanya pernyataan Presiden Jokowi dengan kebijakan yang dieksekusi di lapangan tak hanya sekali terjadi. Beriku sejumlah pernyataan Jokowi yang berbeda dengan eksekusi kebijakannya yang dirangkus Kompas.com.
Saat awal kali munculnya polemik Undang-undang KPK hasil revisi, Jokowi sempat mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Tentu saja ini kami hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kami putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," ujar dia.
Baca juga: Pembangkangan dan Omong Kosong Isu Taliban di Gedung Merah Putih KPK
Pernyataan ini disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Dalam pertemuan yang berlangsung dua jam itu, Jokowi mengaku mendapat masukan dari para tokoh untuk menerbitkan Perppu KPK untuk menjawab tuntutan mahasiswa.