Hadir dalam kesempatan itu sejumlah tokoh di antaranya mantan pimpinan KPK Erry Riana Hadjapamekas, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, serta pakar hukum tata negara Feri Amsari dan Bivitri Susanti.
Hadir juga tokoh lain seperti Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, dan Azyumardi Azra. Jokowi memastikan akan mempertimbangkan masukan dari para tokoh itu.
"Akan kami kalkulasi, kami hitung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," ujar Jokowi.
Baca juga: Kini Rakyat Curiga Presiden dan Ketua KPK Ada di Satu Kaki Pelemahan KPK...
Namun Jokowi kemnudian memastikan tak akan mengeluarkan Perppu KPK.
Jokowi beralasan, menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi.
"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," lanjut dia.
Jokowi sebelumnya juga pernah berencana merevisi Undang-undang No, 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lantaran banyaknya masyarakat yang dikriminalisasi lewat undang-undang tersebut.
Baca juga: BKN Sebut 51 Pegawai KPK Tak Bisa Dibenahi, Azyumardi Azra: Memang Anda Tuhan?
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Jokowi bahkan mengatakan akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE. Sebab, menurut dia, pasal-pasal ini menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.
Kendati demikian pemerintah saat itu tak kunjung menyiapkan materi revisi UU ITE untuk dibahas bersama DPR.
Pemerintah justru mebentuk tim untuk membuat pedoman pelaksanaan UU ITE oleh penegak hukum dan hanya membuat tim kajian untuk mervisi UU ITE.
Adapun hasil kajian tim revisi UU ITE juga tak sejalan dengan perintah awal Jokowi yang hendak menghapus pasal multitafsir di UU ITE.
Baca juga: Tim Kajian Evaluasi UU ITE Didesak Libatkan BPHN dan Dirjen Perundang-undangan
Pasal-pasal tersebut di antaranya yakni Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2).
Pasal 27 ayat (1) berbunyi melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Frasa "melanggar kesusilaan" dinilai memiliki konteks dan batasan yang tidak jelas.
Terkait Pasal 28 ayat (2), ICJR menilai pasal ini tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian.
Pasal itu memuat larangan bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pada praktiknya, pasal tersebut justru menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institusi dan penyampaian ekspresi yang sah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.