Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/05/2021, 11:55 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyebut ada kesimpangsiuran informasi yang beredar di media sosial terkait pembahasan rancangan resolusi agenda responsibility to protect (R2P) dalam majelis sidang umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (18/5/2021).

Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Febrian A Ruddyard menjelaskan dalam rapat majelis sidang umum PBB, negara Kroasia mengusulkan agar dibentuk agenda tersendiri untuk membahas R2P.

Namun, Indonesia menolak usulan untuk membentuk rancangan agenda baru terkait tempat pembahasan R2P.

Febrian menekankan, yang ditolak Indonesia bukanlah isi substantif dari konsep R2P.

“Memang ada semacam kesimpangsiuran mengenai resolusi yang kita vote against (menolak). Jadi sama sekali resolusi ini bukan resolusi substantif,” kata Febrian dalam konferensi pers, Kamis (20/5/2021).

Baca juga: Indonesia Tolak Pembahasan Rancangan Resolusi Responsibility to Protect, Ini Penjelasan Kemenlu

“Tapi resolusi ini adalah resolusi prosedural dimana satu negara membahas, Kroasia, mengusulkan agar ada pembahasan mengenai R2P atau responsibility to protect untuk dapat dibahas dalam mata agenda tersendiri,” lanjutnya.

Febrian menyampaikan, Indonesia merasa kurang setuju usulan pembentukan agar pembahasan terkait R2P dibuat dalam satu agenda khusus yang permanen.

Sebab, The 2005 World Summit Outcome masih menjadi agenda pembahasan R2P yang relevan.

“Dengan adanya permintaan jadi agenda tetap, kita merasa agak kurang sesuai, karena berbagai janji telah disampaikan, dan sebetulnya mata agendanya sudah ada dan sangat relevan yaitu agenda Outcome of The World Summit 2005,” jelasnya.

Lebih lanjut, Febrian menjelaskan, konsep R2P sudah dibahas dalam The 2005 World Summit Outcome. Sejak tahun 2005, Indonesia mendukung konsep dan esensi dari R2P.

Bahkan, ia menekankan, Indonesia terlibat aktif pembahasan R2P tersebut.

“Jadi artinya R2P ini bukan barang baru lagi, ini sudah dibahas sejak dulu dan kita selalu terlibat dalam pembahasan,” ujarnya.

Baca juga: Kemenlu Segera Mulai Vaksinasi WNI Kelompok Rentan di Penampungan Luar Negeri

Sebagai informasi, gagasan ‘Responsibility to Protect’ atau R2P merupakan prinsip dan kesepakatan internasional yang bertujuan untuk mencegah pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebelumnya, beredar dokumen hasil voting sidang majelis sidang umum PBB atau UNGA terkait resolution on the responsibility to protect and prevention of genocide, war crime, ethnic cleansing and crime against humanity di media sosial.

Dalam dokumen tersebut, ada 115 negara yang memberikan suara ‘mendukung’, 15 negara yang memberikan suara ‘menolak’, dan 28 negara yang tidak memilih atau abstain.

Indonesia menjadi salah satu negara yang memberikan vote ‘no’ dalam dokumen tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Airlangga Sebut Wacana Jokowi Pimpin Koalisi Besar Belum Pernah Dibicarakan

Airlangga Sebut Wacana Jokowi Pimpin Koalisi Besar Belum Pernah Dibicarakan

Nasional
KPK Panggil Wakil Ketua MPR Jadi Saksi Korupsi APD Covid-19

KPK Panggil Wakil Ketua MPR Jadi Saksi Korupsi APD Covid-19

Nasional
Bea Cukai Pangkalan Bun Gagalkan Penyelundupan 50 Bungkus Rokok Ilegal

Bea Cukai Pangkalan Bun Gagalkan Penyelundupan 50 Bungkus Rokok Ilegal

Nasional
90 Proyek Strategis Nasional Belum Selesai, Jokowi Tambah 14 Proyek Lagi

90 Proyek Strategis Nasional Belum Selesai, Jokowi Tambah 14 Proyek Lagi

Nasional
Pimpinan Baleg Usul Kegiatan DPR Terpusat di Jakarta, tapi Ditolak Pemerintah

Pimpinan Baleg Usul Kegiatan DPR Terpusat di Jakarta, tapi Ditolak Pemerintah

Nasional
KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com