Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Akankah KPK Tinggal Pusara?

Kompas.com - 19/05/2021, 09:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PULUHAN pegawai dan penyidik independen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan tak lulus tes “wawasan kebangsaan” untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Kebijakan ini dianggap sebagai upaya pelemahan KPK.

Sebanyak 75 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Tak berselang lama, mereka pun langsung dibebastugaskan.

Baca juga: Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK yang Jadi Sorotan...

Keputusan ini menuai kritik dan kecaman dari banyak kalangan. Kebijakan ini dinilai sebagai upaya menyingkirkan para penyidik yang memiliki integritas dan sedang menangani sejumlah kasus besar.

TWK merupakan proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebanyak 1.349 pegawai KPK menjalani TWK sebagai syarat untuk peralihan status kepegawaian menjadi ASN sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pelemahan KPK

Alih status kepegawaian menjadi ASN dan TWK untuk para pegawai KPK dinilai sebagai kebijakan yang didesain untuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Ketidaklulusan sejumlah pegawai dan penyidik dalam tes ini disebut telah dirancang sejak awal sebagai babak akhir upaya memberangus KPK.

Sebelumnya, berbagai cara dan upaya untuk melemahkan KPK terus dilakukan. Upaya-upaya tersebut di antaranya dengan mengkriminalisasi sejumlah pimpinan KPK, teror dan intimidasi terhadap pimpinan dan para penyidik KPK, merevisi Undang-Undang KPK, terpilihnya Firli Bahuri hingga disingkirkannya para pegawai dan penyidik yang dikenal memiliki integritas dan tak kenal kompromi.

Baca juga: KPK Bantah Lempar Tanggung Jawab soal Nasib 75 Pegawai yang Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan

Revisi UU KPK menjadi salah satu tonggak upaya pelemahan KPK yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade. Sejak 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah berulangkali mengusulkan agar UU KPK direvisi.

Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), upaya untuk merevisi UU KPK selalu datang dari DPR, namun kandas karena ditolak SBY.

Upaya revisi UU KPK tersebut terus berlanjut pada masa pemerintahan Jokowi. Sejak 2015, DPR bersama pemerintah silih berganti mengusulkan revisi UU KPK dan menemui ujungnya pada September 2019. Pemerintah beralasan, revisi dilakukan karena KPK menghambat investasi.

Namun kuat dugaan, revisi dilakukan karena elite politik dan DPR gerah dengan sepak terjang KPK khususnya terkait penyadapan.

Pasalnya, KPK berulang kali menyadap pejabat pemerintah dan anggota DPR. Dalam beberapa kali upaya revisi dilakukan, pemerintah dan DPR selalu mempersoalkan kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK.

Kriminalisasi dan intimidasi

Meski pelemahan secara legislasi terhadap KPK tak terjadi, namun di era SBY marak kriminalisasi terhadap pimpinan dan para pejabat KPK yang tengah mengusut kasus korupsi yang melibatkan pengusaha dan politisi berpengaruh.

Pada 2009, ketua KPK Antasari Azhar didakwa membunuh Nasrudin Zulkarnaen dan divonis 18 tahun penjara.

Setahun sebelumnya, kepolisian menetapkan dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto sebagai tersangka. Keduanya dituduh menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan surat cekal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com