"Hari Minggu, anak saya pergi ke RSCM, tapi tidak bisa menemukan Stevanus, karena banyak dari korban itu sudah enggak bisa dikenali," ujar Maria.
Maria juga sudah melaporkan ke Polsek Duren Sawit. Kendati demikian, Stevanus belum juga ditemukan.
"Akhirnya saya hanya bisa pasrah kepada Tuhan," imbuh dia.
Dugaan Pelanggaran HAM berat
Berdasarkan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), peristiwa kerusuhan pada 13 hingga 15 Mei 1998 di sejumlah tempat terjadi secara sistematis, masif dan meluas. Peristiwa itu dinilai memenuhi syarat dugaan pelanggaran HAM berat.
TGPF menemukan fakta, kebakaran di mal Yogya Plaza diawali dengan provokasi oleh sekelompok orang pada masyarakat untuk melakukan penjarahan.
Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu
Setelah masyarakat terpancing untuk melakukan penjarahan, mal ditutup dari luar kemudian dibakar. Sekelompok provokator ini kemudian diketahui menghilang pasca mal Yogya Plaza terbakar.
TGPF juga berkeyakinan peristiwa 13-15 Mei 1998 tidak bisa dilepaskan dari konteks keadaan dan dinamika sosial-politik masyarakat saat itu.
Peristiwa-peristiwa sebelumnya, yaitu Pemilu 1997, penculikan aktivis, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR 1998, demonstrasi mahasiswa tiada henti, dan tertembaknya mahasiswa Universitas Trisakti, semuanya saling terkait.
Janji yang belum ditepati
Pada masa kampanye Pilpres 2014, Presiden Joko Widodo berjanji akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Komitmen tersebut juga tercantum dalam visi, misi, dan program aksi yang dikenal dengan sebutan Nawacita.
Dalam salah satu poin dari sembilan agenda prioritas Nawacita, Jokowi berjanji akan memprioritaskan penyelesaian secara berkeadilan.
Baca juga: Pilpres 2019, Antiklimaks Perlindungan HAM
Jokowi menegaskan komitmennya atas penyelesaian delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Disebutkan pula delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu tersebut adalah beban sosial politik.