"Kami sering mendampingi kasus-kasus perkosaan, tapi itu perkosaan yang di luar nalar saya sebagai manusia. Karena vaginanya dihancurkan, bukan perkosaan dengan menggunakan alat kelamin laki-laki, tetapi menggunakan alat," ungkap Ita.
Korban yang merupakan kakak beradik langsung dibawa ke Rumah Sakit Carolus, Jakarta, untuk mendapat perawatan intensif.
Pembentukan TGPF
Pada 15 Juli 1998, Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan bertemu dengan Presiden Habibie.
Pertemuan itu merupakan tindak lanjut atas hasil pengumpulan data korban kekerasan terhadap perempuan. Data tersebut dipaparkan oleh Ita.
Baca juga: Kerusuhan Mei 1998 Masih Tetap Misteri
Catatan Komnas Perempuan menyebut Presiden Habibie mengakui atas terjadinya pemerkosaan pada mayoritas etnis Tionghoa saat kerusuhan Mei 1998.
Kemudian Habibie mengintruksikan tokoh perempuan yang hadir untuk menuliskan pernyataan berisi permintaan maaf negara atas tragedi yang terjadi. Pada hari yang sama, Habibie membacakan pernyataan itu dalam konferensi pers.
Pada 23 Juli 1998, Habibie membentuk Tim Gabungan Pencarian Fakta (TGPF) untuk menyelidiki kerusuhan Mei, termasuk dugaan terjadinya perkosaan massal sewaktu peristiwa tersebut.
Baca juga: 23 Tahun Tragedi Trisakti: Apa yang Terjadi pada 12 Mei 1998?
Dalam laporannya, TGPF menyimpulkan kebenaran terjadinya serangan seksual yang dialami perempuan etnis Tionghoa. Tercatat ada 92 tindak kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya.
Pada Oktober 1998, Presiden Habibie melegitimasi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.