Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Kebebasan Beragama Minta Ketua KPK Batalkan Hasil TWK

Kompas.com - 10/05/2021, 19:21 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Kebebasan Beragama meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diikuti 1.351 pegawai lembaga antirasuah itu.

Ketua Bidang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sekaligus perwakilan koalisi, Muhammad Isnur mengatakan, sejumlah soal dalam tes ditengarai mengusik kebebasan seseorang dalam berkeyakinan.

"TWK ala KPK diketahui memiliki persoalan seksis. Ternyata tes ini juga memiliki masalah terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan," ujar Isnur, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (10/5/2021).

Baca juga: Pukat UGM Sebut Tak Ada Korelasi antara TWK dan Profesionalisme Pegawai KPK

Isnur menilai, soal yang diberikan dalam TWK berseberangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Sebab, beberapa pertanyaan menyinggung ranah privat seseorang terkait agama.

Menurut Isnur, sejumlah pertanyaan yang muncul antara lain mengenai kesediaan menggunakan hijab, hingga soal pengajian yang diikuti dan siapa pemuka agama yang memimpinnya.

"Konstitusi Pasal 28E (1) menjamin setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Lebih lanjut pada Pasal 28E (2) menjamin setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya," kata Isnur.

Baca juga: Pimpinan Komisi III DPR Sayangkan Pertanyaan TWK Pegawai KPK Singgung Hal Sensitif

Isnur menyebut bahwa seseorang tidak bisa dinilai dari apa yang dipikirkan dan diyakininya.

"Batas keyakinan seseorang adalah hanya apabila (pikiran) itu dimanifestasikan," sambungnya.

Terkait hal ini, koalisi meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK turun tangan untuk memanggil Firli.

"Dewas untuk segera memeriksa Pimpinan KPK, Firli Bahuri dan kawan-kawan, atas skandal upaya penyingkiran pegawai KPK atas dasar diskriminasi agama dan keyakinan," ucap Isnur.

Selain itu, Koalisi juga berharap Presiden Joko Widodo segera bersikap dan memerintahkan hasil asesmen TWK tidak digunakan.

"Presiden segera memerintahkan dan memastikan, hasil tes tersebut tidak digunakan karena memiliki kekecetan dan bertentangan dengan UUD 1945," pungkasnya.

Baca juga: Reaksi PBNU dan PP Muhammadiyah soal Tes Wawasan Kebangsaan di KPK

Sebelumnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (PBNU) juga menilai bahwa TWK berpotensi memecah belah bangsa.

Baik Muhammadiyah dan PBNU memberi pernyataan yang sama tenang soal-soal TWK yang dinilai melanggar HAM.

Adapun Wali Ketua KPK Nurul Ghufron menuturkan bahwa tidak ada pegawai yang tak lulus TWK hingga saat ini dipecat atau diberhentikan.

Ghufron menuyebut bahwa KPK menghormari dan menerima uji materiMK tentang TWK.

Putusan MK itu ada pada Undang-Undang KPK terkait dengan alih status kepegawaian tersebut.

Salah satu poin putusan uji materi MK itu adalah alih status kepegawaian KPK tidak boleh merugikan para pegawai yang sebelumnya telah mengabdi di lembaga antirasuah itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com