Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelabelan KKB Teroris Dinilai Bukti Pemerintah Buntu Ide Selesaikan Konflik Papua

Kompas.com - 06/05/2021, 14:51 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan menyebut pelabelan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) teroris menjadi bukti pemerintah mengalami kebuntuan ide menyelesaikan konflik Papua.

"Langkah yang diambil pemerintah melalui pelebelan tersebut sejatinya menunjukkan kegagapan dan kebuntuan ide pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik Papua," ujar Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, sebagai perwakilan koalisi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/5/2021).

Alih-alih membangun dialog Jakarta-Papua secara damai dan bermartabat, kata Araf, pelabelan tersebut justru semakin mempertegas pendekatan keamanan (state-security) serta mengabaikan pendekatan keamanan manusia (human security) yang sejatinya dibutuhkan dalam penyelesaian konflik Papua.

 Baca juga: Mahfud Sebut Perburuan KKB di Papua Berdasarkan UU Pemberantasan Terorisme

Kebijakan penetapan KKB sebagai kelompok teroris dianggap sama sekali tidak menyentuh akar masalah konflik Papua.

Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipublikasikan dalam Papua Road Map (2008), setidaknya terdapat empat sumber konflik Papua.

Antara lain (a) sejarah integrasi, status dan integritas politik, (b) kekerasan politik dan pelanggaran HAM, (c) kegagalan pembangunan, (d) marginalisasi orang Papua dan inkonsistensi kebijakan otonomi khusus.

Mengacu kepada kompleksitas akar permasalahan konflik Papua tersebut, lanjut Araf, diperlukan upaya yang bersifat komprehensif dan menyeluruh dalam penyelesaian konflik Papua.

Baca juga: Komnas HAM: Label Teroris terhadap KKB di Papua Tidak Selesaikan Masalah 

Ia menegaskan bahwa kebijakan yang hanya mengedepankan pendekatan keamanan atau pendekatan ekonomi tidak akan menyentuh akar permasalahan dan menyelesaikan konflik.

"Justru akan berpotensi membentuk gejolak sosial-politik yang terus berulang di masa depan," tegas dia.

Araf menambahkan, pelabelan kelompok teroris kepada KKB juga membuka jalan terbentuknya pelembagaan rasisme dan diskriminasi berkelanjutan atas warga Papua secara umum.

Hal ini dimungkinkan mengingat ketidakjelasan definisi "KKB" serta siapa-siapa saja yang termasuk di dalamnya.

Baca juga: Menyoal Keputusan Pemerintah Labeli KKB di Papua Teroris..

Karena itu, fakta tersebut akan semakin menyakiti perasaan masyarakat Papua, memperkuat stigma, mengikis rasa percaya masyarakat Papua kepada pemerintah yang merupakan prasyarat penting bagi upaya penyelesaian konflik secara damai.

"Serta justru menghambat operasi keamanan yang sejatinya membutuhkan dukungan dan kepercayaan rakyat setempat," imbuh dia.

Pemerintah menetapkan KKB sebagai teroris beberapa waktu lalu. Pelabelan ini telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat karena dianggap tak akan menyelesaikan permasalahan di Bumi Cendrawasih.

Komnas HAM hingga organisasi masyarakat sipil ramai-ramai telah melayangkan kritik dan mendesak Presiden Joko Widodo mengkaji ulang pelabelan teroris terhadap KKB karena mempunyai dampak luas bagi masyarakat Papua pada umumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com