JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, langkah pemerintah melabeli kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai teroris tidak akan menyelesaikan masalah.
Sebab, menurut Beka, persoalan di Papua bukan sekadar keamanan.
"Saya kira penyematan teroris ini tidak menyelesaikan masalah. Hanya menambah sebutan-sebutan lain, dari KKB, kelompok kriminal sipil bersenjata, tetapi siklus kekerasan tidak pernah berhenti," kata Beka dalam Peluncuran Catatan AJI atas Situasi Kebebasan Pers Indonesia 2021 yang dilaksanakan secara daring, Senin (3/5/2021).
Baca juga: Menko PMK Sebut Sampai Sekarang Pemerintah Masih Perlu Kerja Keras Atasi Kemiskinan di Papua
Dia menyatakan, permasalahan di Papua begitu kompleks. Komnas HAM mencatat, persoalan di Papua meliputi pemenuhan hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat.
Kebebasan masyarakat Papua untuk berkumpul, berekspresi, dan berpendapat cenderung dibatasi.
"Komnas HAM melihat lemahnya pelayanan publik dalam upaya pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Papua. Ini terkait juga dengan bagaimana negara hadir," ujar Beka.
Kehadiran Presiden Joko Widodo beberapa kali ke tanah Papua dinilai belum cukup untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
Baca juga: Menyoal Keputusan Pemerintah Labeli KKB di Papua Teroris..
Beka mengatakan, pemerintah pusat perlu juga memastikan pemerintah daerah di Papua berjalan dengan baik untuk menghadirkan keadilan yang nyata.
"Karena ketika pemda baik hadir di Papua, problem-problem ketidakadilan bisa diminimalisasi dan pada saatnya keadilan bisa dihadirkan, kekerasan bisa dikurangi," kata dia.
Pemberian label teroris terhadap KKB di Papua diumumkan Menkopolhukam Mahfud MD pada Kamis (29/4/2021).
"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris," ujar Mahfud.
Baca juga: Pemerintah Diminta Tak Gegabah Pakai UU Terorisme untuk Atasi KKB di Papua
Mahfud mengatakan, pelabelan organisasi teroris terhadap KKB sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.
Berdasarkan aturan tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa mereka yang dikatakan teroris adalah siapa pun yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.