Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Beragam Bahasa di Papua, Menko PMK Usulkan Ada Bahasa Utama

Kompas.com - 03/05/2021, 13:18 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajdir Effendy mengusulkan agar Papua memiliki bahasa utama untuk berkomunikasi disamping bahasa Indonesia.

Pasalnya, bahasa di Papua sangat banyak bahkan antar-distrik saja hampir memiliki bahasa yang berbeda.

"Saya pernah mengusulkan, sebaiknya ada bahasa utama kalau bisa di Papua itu yang disepakati oleh seluruh warga," kata Muhadjir di acara Peluncuran Website Dokumentasi Papua dan Diskusi Empat Dekade Kiprah LIPI di Papua secara virtual, Senin (3/5/2021).

"Mungkin tidak harus satu tapi dua atau tiga bahasa utama yang digunakan, sehingga komunikasi antar warga bisa dibangun lebih baik," ujar Muhadjir.

Baca juga: Menko PMK Sebut Sampai Sekarang Pemerintah Masih Perlu Kerja Keras Atasi Kemiskinan di Papua

Muhadjir menilai, salah satu masalah yang ada di Papua adalah masalah bahasa karena begitu beragamnya bahasa yang mereka miliki.

Namun, meski Muhadjir mengusulkan ada bahasa utama, tetap tanpa melupakan bahasa-bahasa yang sudah ada, sehingga harus tetap dilestarikan.

"Tetapi bagaimana supaya ada bahasa utama yang bisa menjadi bahasa mereka semua. Tapi menurut saya juga ada untungnya karena bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi dan digunakan oleh hampir semua warga Papua, mulai dari yang paling bawah hingga paling atas," kata dia.

Muhadjir pun menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Papua tepatnya di Pegunungan Bintang. Ia menemukan ketidakpahaman komunikasi antara Bupati dengan warganya.

Baca juga: Menyoal Keputusan Pemerintah Labeli KKB di Papua Teroris..

Saat itu, kata dia, ia baru saja meresmikan bangunan SMP di sebuah distrik. Kemudian rombongannya bersama Bupati dicegat oleh warga yang berdemo.

Bupati langsung menghampiri warga tersebut untuk berkomunikasi dan memintanya untuk tetap di dalam mobil.

"Feeling saya sebenarnya tidak nyambung bahasa antara Pak Bupati dengan warga itu. Setelah Pak Bupati masuk mobil, saya tanya, 'Pak Bupati, itu masyarakat minta apa?'."

"Pak Bupati jawab, 'Biasa mereka minta jalan, itu biasanya begitu. Kalau sudah kita bangunkan sekolah begini kemudian dia biasanya minta dibangunkan jalan," kata Bupati.

Baca juga: Pemerintah Diminta Tak Gegabah Pakai UU Terorisme untuk Atasi KKB di Papua

Kemudian Muhadjir pun menyampaikan pemikirannya bahwa menurutnya pembicaraan Bupati dengan warga tersebut tidak menyambung.

Ia pun mendapat jawaban mengejutkan dari Bupati tersebut karena saat menghadapi warga tersebut ada tujuh bahasa yang dipakai.

"Apa Pak Bupati paham yang dimaksud? Jawabnya, ya enggak juga, saya kira-kira aja. Biasanya memang begitu," kata Muhadjir mengulang kalimat Bupati tersebut.

Hal tersebut pun menurut Muhadjir menjadi masalah yang harus diselesaikan sehingga ia pun mengusulkan untuk ada bahasa utama yang digunakan di Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com