Menurut Firman, media sosial digunakan sebagian masyarakat untuk menunjukan sikap dan pendapatnya yang ingin disembunyikannya dari orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Selain itu kelompok masyarakat ini juga merasa bahwa tidak ada yang mau mendengarkannya dalam komunikasi yang bersifat dialogis.
“Maka pendapat disalurkan dengan memberikan komentar pada postingan orang lain. Apapun komentarnya, yang penting tersampaikan. Persepsi dengan memberikan aneka komentar maka merasa didengar dan eksistensi diakui, maka tujuan komunikasi tercapai,” jelas Firman.
Baca juga: Komunikasi Agresif dan Destruktif Netizen Indonesia
Selain itu, komentar negatif yang ditunjukan oleh netizen Indonesia juga dipengaruhi dengan kondisi sosial ekonomi yang sedang terjadi saat ini.
Firman menyebut kondisi Pandemi Covid-19 menghasilkan kecemasan dan frustasi di masyarakat.
Kondisi ini menyebabkan media sosial tak hanya menjadi ruang untuk menyampaikan komunikasi atau pesan, tapi juga frustasi yang tidak terwadahi.
“Di manakah penyaluran frustasi massa yang tak terwadahi di dunia nyata? Tentu yang paling mngkin, murah dan mudah adalah di media digital. Ruang ini tak menolak ekspresi apapun, ekspresi yang tak etis, tak sopan, bahkan cenderung melanggar hukum, di luar identias asli pelakunya,” papar dia.
Baca juga: Netizen Indonesia Sangat Tidak Sopan, Ini Kata Pakar Unpad
Firman menilai karena sosial media akhirnya lebih banyak dihuni oleh kelompok masyarakat ini, maka etika komunikasi jadi tidak diperhatikan.
“Jagad media sosial jadi liar, tak ramah, dan mengabaikan etika kelaziman berkomunikasi. Termasuk perilaku membully siapapun atau menjadikan pihak lain sebagai sasaran kemarahan,” imbuhnya.
Sejalan dengan Firman, Widodo juga mengungkapkan pola ini diakibatkan oleh sosial media yang memungkinkan pemilik akun menjadi anonim atau inivisible.
“Media sosial memungkinkan pemilik akun untuk menjadi anonim atau invisible, sehingga orang bisa lebih nyaman untuk ngomong apa pun bahkan menjadi liar dan toxic karena identitasnya tidak dikenali dan terlindungi,” kata Widodo.
Muncul sejak pilpres 2014 dan 2019
Widodo menyebut buruknya etika netizen Indonesia dalam bersosial media mulai muncul akibat dinamika politik pada kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) di tahun 2004 dan 2019.
Tahun politik itu, ungkap Widodo, membuat masyarakat menjadi terbelah dua kubu.
Baca juga: GothamChess dan Microsoft, Bukti Galak-nya Netizen Indonesia
Hal itu juga diperparah dengan keberadaan kelompok-kelopok garis keras yang tak bisa menerima pandangan orang lain yang berbeda.