Salin Artikel

Ini Kemungkinan Penyebab Rendahnya Etika Bersosial Media Netizen Indonesia

Hasil studi itu semakin menguat, ketika baru-baru ini pasangan gay di Thailand menerima berbagai komentar negatif dari netizen Indonesia atas pernikahannya.

Salah satu mempelai, Suriya Koedsang, mengatakan komentar-komentar itu ia dapatkan setelah memposting foto pernikahannya di akun Facebook miliknya.

Mayoritas netizen menyebut pernikahan Suriya dilarang Tuhan, akan membuat dunia kiamat, hingga hinaan dari sialan sampai orang gila.

Sebenarnya, apa yang penyebab rendahnya etika bersosial media netizen Indonesia?

Pengamat sosial media sekaligus pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Yohannes Widodo menyebut pola bersosial media netizen Indonesia sebenarnya merupakan representasi dari sikap di dunia nyata.

Perilaku yang tidak memperhatikan etika dan sopan santun di media sosial juga sesuai dengan keadaan riil saat ini, di mana etika dan sopan santun di dunia nyata juga kerap menjadi persoalan tersendiri.

Perbedaannya terletak pada pola komunikasi yang terjadi, di ranah sosial media interaksi yang terjadi bersifat intermediated communication atau komunikasi yang termediasi.

Sementara di ruang nyata, komunikasi terjadi secara face to face dan tradisional.

Widodo menyebut, hal itu berpengaruh pada batas psikologis pola komunikasi yang terjadi antar dua manusia.

“Dalam komunikasi sehari-hari kita terkondisi untuk menjaga sopan santun, misalnya dalam komunikasi dengan orang tua. Ada batas psikologis di sana. Di media sosial, batasan psikologis dan penghargaan itu nyaris hilang,” jelasnya dihubungi Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Selain itu dalam komunikasi di media sosial, tidak ada social cues atau ekspresi wajah. Sehingga pesan yang disampaikan sulit diidentifikasi.

“Apakah dalam pesan yang disampaikan itu, seseorang sedang marah, bercanda dan lain sebagainya. Dengan kondisi itu tak heran jika konflik, kata-kata tidak sopan dengan mudah meluncur dan ditemukan di media sosial,” sambungnya.

Tak tersampaikan di dunia nyata

Dihubungi terpisah, pengamat budaya, dan komunikasi digital Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menyebut buruknya etika bermedia sosial netizen Indonesia disebabkan oleh kelompok masyarakat yang menggunakan sosial media sebagai tempat untuk menyampaikan pendapat yang tidak bisa diutarakan atau ditunjukan pada masyarakat di dunia nyata.

Menurut Firman, media sosial digunakan sebagian masyarakat untuk menunjukan sikap dan pendapatnya yang ingin disembunyikannya dari orang-orang di lingkungan sekitarnya.

Selain itu kelompok masyarakat ini juga merasa bahwa tidak ada yang mau mendengarkannya dalam komunikasi yang bersifat dialogis.

“Maka pendapat disalurkan dengan memberikan komentar pada postingan orang lain. Apapun komentarnya, yang penting tersampaikan. Persepsi dengan memberikan aneka komentar maka merasa didengar dan eksistensi diakui, maka tujuan komunikasi tercapai,” jelas Firman.

Selain itu, komentar negatif yang ditunjukan oleh netizen Indonesia juga dipengaruhi dengan kondisi sosial ekonomi yang sedang terjadi saat ini.

Firman menyebut kondisi Pandemi Covid-19 menghasilkan kecemasan dan frustasi di masyarakat.

Kondisi ini menyebabkan media sosial tak hanya menjadi ruang untuk menyampaikan komunikasi atau pesan, tapi juga frustasi yang tidak terwadahi.

“Di manakah penyaluran frustasi massa yang tak terwadahi di dunia nyata? Tentu yang paling mngkin, murah dan mudah adalah di media digital. Ruang ini tak menolak ekspresi apapun, ekspresi yang tak etis, tak sopan, bahkan cenderung melanggar hukum, di luar identias asli pelakunya,” papar dia.

Firman menilai karena sosial media akhirnya lebih banyak dihuni oleh kelompok masyarakat ini, maka etika komunikasi jadi tidak diperhatikan.

“Jagad media sosial jadi liar, tak ramah, dan mengabaikan etika kelaziman berkomunikasi. Termasuk perilaku membully siapapun atau menjadikan pihak lain sebagai sasaran kemarahan,” imbuhnya.

Sejalan dengan Firman, Widodo juga mengungkapkan pola ini diakibatkan oleh sosial media yang memungkinkan pemilik akun menjadi anonim atau inivisible.

“Media sosial memungkinkan pemilik akun untuk menjadi anonim atau invisible, sehingga orang bisa lebih nyaman untuk ngomong apa pun bahkan menjadi liar dan toxic karena identitasnya tidak dikenali dan terlindungi,” kata Widodo.

Muncul sejak pilpres 2014 dan 2019

Widodo menyebut buruknya etika netizen Indonesia dalam bersosial media mulai muncul akibat dinamika politik pada kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) di tahun 2004 dan 2019.

Tahun politik itu, ungkap Widodo, membuat masyarakat menjadi terbelah dua kubu.

Hal itu juga diperparah dengan keberadaan kelompok-kelopok garis keras yang tak bisa menerima pandangan orang lain yang berbeda.

“Bibitnya tumbuh pada momen pemilihan presiden 2014 dan 2019 yang menjadikan warga Indonesia seolah terbelah. Lalu didukung dengan munculnya kelompok-kelompok garis keras yang tak bisa menerima perbedaan. Setiap orang yang berbeda pandangan dianggap musuh yang harus dihabisi. Termasuk, pasangan gay di Thailand, nun jauh di sana,” terang dia.

Tanggung jawab semua pihak

Widodo menuturkan perbaikan etika bersosial media mesti melibatkan semua pihak. Insitusi seperti keluarga, sekolah hingga kepolisian mesti saling bekerjasama.

Pihak keluarga dan sekolah dapat memberikan pengajaran tentang etika sopan santun dalam komunikasi sehari-hari. Hal ini kemudian juga harus berimplikasi pada pola komunikasi di media sosial.

Selain itu, lanjut Widodo, pola pengawasan tidak hanya dibebankan pada polisi siber, atau kementerian Informasi dan Teknologi Informasi (Kominfo).

“Tapi semua pihak harus menjadi pengawas. Misalnya pihak universitas, juga mengawasi tindakan mahasiswanya di media sosial. Jika ada perilaku yang menyalahi etika, sanksi sosial bisa diterapkan dengan memposting identitas korban beserta akunnya,” jelas dia.

Menurut Widodo sanksi sosial mesti dilakukan di ranah cyber atau media sosial, karena sanksi hukum kerap kali tidak berjalan efektif.

“Bentuk-bentuk sanksi sosial bisa dilakukan karena biasanya lebih efektif ketimbang sanksi hukum,” jelasnya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/04/14/16520561/ini-kemungkinan-penyebab-rendahnya-etika-bersosial-media-netizen-indonesia

Terkini Lainnya

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke