JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan, di era modern saat ini kejahatan ekonomi punya 2 karaktertistik yaitu, rekayasa keuangan dan rekayasa hukum.
Dian pun menilai peran Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana sebagai suatu hal yang mendesak.
"Kejahatan ekonomi ini selalu disertai dengan financial engineering dan legal engineering, rekayasa keuangan dan rekayasa hukum," kata Dian dalam diskusi virtual bertajuk 'Urgensi Undang-undang Perampasan Aset Negara untuk Menyongkong Agenda Pemberantasan Korupsi', Jumat (9/4/2021).
Menurut Dian, kedua karakteristik tersebut menambah faktor kesulitan dalam proses mencari pelaku kejahatan ekonomi.
Baca juga: Kepala PPATK Ungkap Jokowi dan Yasonna Setuju Dalami Urgensi RUU Perampasan Aset
Hal ini membuat pihak aparat penegak hukum memerlukan waktu lebih lama untuk menangkap pelaku.
"Sehingga kita perlu waktu yang cukup untuk bisa mengejar-ngejar ini. Mungkin sudah ditransfer ke mana, mungkin sudah jadi aset mana, transfer kan bukan cuma domestik ini," ujarnya.
Karenanya, Dian menilai perlu ada aturan khusus dalam mempercepat proses penangkapan pelaku kejahatan ekonomi.
"Ini perlu penanganan yang lebih cepat," ujarnya.
Dian juga mengatakan, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat juga dipakai untuk menindak semua kejahatan ekonomi, bukan hanya untuk menindak kejahatan korupsi.
Baca juga: Kepala PPATK: RUU Perampasan Aset Bisa Tindak Semua Jenis Kejahatan Ekonomi
Beberapa kejahatan yang dimaksudnya di antaranya korupsi, narkoba, penipuan, kejahatan perbankan, kejahatan dalam pasar modal, hingga penebangan hutan ilegal.
"RUU ini akan bisa dipakai untuk juga menindak semua jenis kejahatan ekonomi tadi. Tidak hanya korupsi," tegasnya.
Sebelumnya diketahui, RUU Perampasan Aset masih belum masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun ini.
Sejumlah pihak juga mendorong agar RUU tersebut segera dituntaskan menjadi undang-undang, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai RUU Perampasan Aset penting untuk masuk prolegnas.
Berdasarkan data ICW, terdapat gap yang besar antara kerugian negara akibat korupsi dengan jumlah vonis pidana tambahan berupa uang pengganti. Pada semester pertama 2020, kerugian negara mencapai Rp 39 triliun, sedangkan vonis uang pengganti hanya Rp 2,9 triliun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.