AKSI bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar (28/03/2021) dan serangan terhadap Mabes Polri oleh perempuan berinisial ZA (31/03/2021) adalah rentetan aksi terorisme yang terjadi dalam sepekan terakhir dan membuat khawatir masyarakat Indonesia.
Dua peristiwa mengerikan ini seolah membuka kembali memori kita akan serangkaian tindakan terorisme yang terjadi dalam beberapa tahun lalu, seperti Bom Thamrin (2016) dan Bom Surabaya (2018).
Laporan Global Index Terrorim (GTI) tahun 2020 yang dirilis oleh Institute for Economics and Peace (IEP) menunjukkan bahwa dalam skala global Indonesia berada di peringkat 37 dengan skor 4.629 dari 135 negara yang terdampak oleh terorisme, sedangkan di Asia Pafisik Indonesia berada di posisi ke-4.
Baca juga: Teroris Berbaju Agama Itu Nyata Adanya
Hal ini sekaligus menjadi alarm untuk pemerintah dan masyarakat untuk kesekian kalinya bahwa radikalisme atau ideologi radikal masih ada dan akan menjadi bom waktu yang terus menghantui negara jika tidak ditangani secara serius hingga ke akar-akarnya.
Mendefinisikan radikalisme sebagai suatu konsep yang final sangatlah tidak mudah karena kosakata ini memiliki makna yang beragam dan tidak bisa dilepaskan dari konteks waktu yang membuat maknanya selalu mengalami pergeseran.
Radikalisme berasal dari bahasa latin radical dan radix yang berarti akar atau memiliki akar, suatu konsep yang menginginkan perubahan signifikan. Dalam teori sosial radikalisme diasosiasikan dengan revolusi total untuk melawan status quo atau hegemoni rezim penguasa.
Berpikir secara radikal, dalam kegiatan berfilsafat, sama artinya dengan berpikir secara kritis untuk membongkar ketidakberesan sosial dan dominasi yang bersifat merugikan.
Hasanudin Abdurakman memaknainya sebagai cara beragama atau pandangan dalam beragama yang mengganggap umat lain sebagai musuh.
Baca juga: Wapres Sebut Potensi Radikalisme di Indonesia Tak Besar, tapi Perlu Diantisipasi
Dalam konteks Indonesia, memang benar bahwa pelaku saksi teror beragama Islam, namun mengaitkan radikalisme sebagai fenomena ideologis yang khas Islam adalah kurang tepat karena Islam yang ditafsirkan oleh pelaku teror sangat bertentangan dengan ajaran Islam rahmatan lil alamin yang mengajarkan pesan perdamaian antar sesama umat manusia.
Selain itu, radikalisme adalah fenomena global yang juga bisa ditemukan di kelompok sosial atau keagamaan manapun. Contohnya adalah pembantaian suku Rohingya oleh kelompok militer dan nasionalis Buddha di Myanmar dan aksi penembakan brutal terhadap umat Islam yang dilakukan oleh warga Australia, di Kota Christchurch, Selandia Baru.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan