Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Teror Terbanyak di Era SBY, Andi Mallarangeng: Karena Kepemimpinan Lebih Lama

Kompas.com - 30/03/2021, 23:07 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menilai, aksi teror terjadi lebih banyak di era kepemimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikarenakan masa kepemimpinan yang lebih lama dibandingkan presiden lainnya.

Adapun hal tersebut disampaikannya untuk merespons temuan Tim Analis LAB 45 pada Senin (29/3/2021) bahwa kulminasi atau puncak tertinggi serangan teror di Indonesia sejak tahun 2000, terjadi selama masa pemerintahan SBY.

"Iya karena masa kepemimpinan Pak SBY lebih lama dibandingkan presiden lainnya. Membandingkan itu harus apple to apple," kata Andi kepada Kompas.com, Selasa (30/3/2021).

Baca juga: LAB 45: Individu hingga Tempat Keagamaan Jadi Sasaran Utama Aksi Teror

Andi mengatakan, untuk memperoleh perbandingan aksi teror di Indonesia perlu dicari terlebih dahulu angka rata-rata per tahun selama 21 tahun atau sejak tahun 2000.

Ia menghitung dengan menggunakan data dari Tim Analis LAB 45 yang menyatakan bahwa ada 552 aksi teror di Indonesia sejak tahun 2000.

"Kalau data itu benar, bahwa ada 552 aksi teror sejak tahun 2000, maka rata-rata per tahun adalah 552 dibagi 21 tahun adalah 26,3. Angka itu adalah rata-rata per tahun selama 21 tahun," ujarnya.

Kemudian, Andi merujuk ke angka aksi teror dengan menggunakan lama masa kepemimpinan Presiden SBY yaitu selama 10 tahun.

Ia mengatakan, disebutkan oleh Tim Analis LAB 45, ada 192 insiden teror yang terjadi di era kepemimpinan SBY.

"Jika dirata-rata yaitu 192 dibagi 10, maka rata-rata insiden selama 10 tahun adalah 19,2 insiden. Angka ini jauh di bawah rata-rata selama 21 tahun ini," terangnya.

Andi meminta semua pihak membandingkan dengan rata-rata insiden selama masa pemerintahan yang lain.

Hal tersebut dirasa tepat olehnya untuk dapat menyimpulkan mengapa pemerintahan SBY dinilai paling banyak ditemukan aksi teror.

"Karena masa jabatan masing-masing pemerintahan berbeda-beda, mulai dari Presiden Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi," ucap dia.

"Karena itu yang bisa dibandingkan adalah angka rerata bukan angka absolut," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 552 aksi teror terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 21 tahun, termasuk aksi bom bunuh diri yang baru saja terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan.

Data tersebut merupakan temuan terbaru dari Tim Analis LAB 45 yang dirilis pada Senin (29/3/2021).

"Tercatat 552 aksi teror di Indonesia dari tahun 2000-2021," kata Analis Utama Politik Keamanan LAB 45, Andi Widjajanto, kepada Kompas.com, Selasa (30/2/2021).

Baca juga: 552 Aksi Teror Terjadi Sejak Tahun 2000, Terbanyak Ada di Era SBY

Menurut temuan Tim Analis LAB 45, kulminasi atau puncak tertinggi serangan teror di Indonesia terjadi selama masa pemerintahan Presiden SBY.

"Kuliminasi serangan teror yaitu 192 insiden di Indonesia terjadi di masa pemerintahan Yudhoyono," ujar Andi.

Namun, Andi tak menjabarkan berapa angka insiden teror di Indonesia yang terjadi pada masa pemerintahan presiden lainnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com