Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapat di DPR, Komnas Perempuan Jelaskan Pentingnya RUU PKS

Kompas.com - 29/03/2021, 16:18 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengungkap alasan mengapa Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual betul-betul dibutuhkan.

Adapun penjelasan ini disampaikan Siti untuk merespons masih adanya pihak-pihak yang menanyakan alasan penting untuk mendukung RUU PKS, meski ada UU lain yang mengaturnya.

"Kalau kita lihat dari KUHP, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Perlindungan Anak, Pengadilan HAM, UU Disabilitas, sampai PP nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Kita lihat bahwa definisi kekerasan seksual itu tidak ada," kata Siti dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan Komnas Perempuan Terkait RUU PKS, Senin (29/3/2021).

Baca juga: Komnas Perempuan Tegaskan Enam Substansi yang Harus Ada Dalam RUU PKS

Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa kekerasan seksual sudah disebut dalam UU PKDRT meski dalam lingkup domestik.

Kemudian, kekerasan seksual juga ada di dalam PP Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, tetapi tanpa sanksi.

"Kemudian untuk tindak pidana kekerasan seksual, kita lihat pelecehan seksual fisik itu hanya ada di dua UU yaitu KUHP dengan menggunakan istilah pencabulan, dan UU Perlindungan Anak juga dengan istilah pencabulan, tapi itu untuk di lingkup anak," ujarnya.

Sementara itu, lanjut dia, untuk pelecehan seksual non fisik yang termasuk bentuk kekerasan seksual di RUU PKS juga belum ada UU yang mengatur.

Baca juga: RUU PKS Masuk Prolegnas Prioritas, Puan Klaim Itu merupakan Bentuk Keberpihakan Negara

Selanjutnya, untuk eksploitasi seksual yang diatur dalam UU TPPO harus memenuhi syarat proses, cara dan tujuan.

"Dan di UU Perlindungan Anak, hanya untuk anak," tambahnya.

Lebih lanjut, Siti juga menyoroti terkait pemaksaan kontrasepsi hanyalah upaya menerjemahkan dari UU Pengadilan HAM dan UU Disabilitas.

Pemaksaan kontrasepsi dalam UU Pengadilan HAM dijelaskan harus memenuhi unsur terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Ini berarti kalau tidak ada syarat TSM, maka pemaksaan kontrasepsi tidak bisa dipidana. Sedangkan di UU Disabilitas maupun di UU Pembangunan Keluarga istilah itu ada, tapi tanpa sanksi, juga tanpa unsur," nilai dia.

Baca juga: Wakil Ketua Baleg Sebut RUU PKS Mendesak untuk Disahkan

Lebih jauh, Siti menjelaskan soal perkosaan yang definisinya diatur dalam KUHP, UU PKDRT dan UU Perlindungan Anak dengan lingkup yang terbatas.

Ia mencontohkan di KUHP, definisi perkosaan adalah penetrasi penis ke vagina yang mengeluarkan sperma.

"Berarti pemerkosaan hanya diakui antara laki-laki terhadap perempuan. Padahal kasus-kasus yang kami hadapi, pemerkosaan tidak terbatas hanya penetrasi penis ke vagina, tapi juga penetrasi ke anus, penetrasi ke mulut, tidak hanya dengan menggunakan penis," ucap Siti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com