Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis 4 Tahun Penjara, Irjen Napoleon: Apa Perlu Saya Goyang TikTok?

Kompas.com - 10/03/2021, 17:59 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte bergurau akan bergoyang ala "TikTok" setelah sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021).

Hal itu dilontarkan terdakwa kasus korupsi terkait kepengurusan red notice Djoko Tjandra tersebut setelah bersalaman dengan kuasa hukumnya.

"Sudah ya, sudah ya, apa perlu saya goyang 'TikTok'," ujar Napoleon kepada pengunjung sidang, dikutip dari Antara.

Baca juga: Divonis 4 Tahun, Irjen Napoleon: Saya Lebih Baik Mati daripada Martabat Keluarga Dilecehkan

Dalam kasus ini, Napoleon dinilai terbukti menerima uang sebesar 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Djoko Tjandra melalui perantara Tommy Sumardi.

Majelis hakim mengungkapkan, uang itu diberikan agar Napoleon memberi informasi terkait status red notice Djoko Tjandra serta menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi sehingga Djoko Tjandra dihapus dari Daftar Pencarian Orang (DPO) pada sistem milik pihak Imigrasi.

Maka dari itu, majelis hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara terhadap Napoleon.

Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) agar Napoleon dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim berpandangan tuntutan jaksa terlalu ringan.

 

Menurut majelis, hal yang memberatkan vonis Napoleon yakni, tindakannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.

Baca juga: Dinilai Terbukti Terima Uang dari Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Divonis 4 Tahun Penjara

Kemudian, perbuatan Napoleon dinilai dapat menurunkan citra, wibawa, serta nama baik Polri.

"Perbuatan terdakwa dapat dikualifisir tidak bersikap ksatria, ibarat lempar batu sembunyi tangan, karena berani berbuat tapi tidak berani mengakui perbuatan, terdakwa sama sekali tidak menunjukkan penyesalan dalam perkara ini," ujar Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis.

Sementara itu, hal yang meringankan yakni Napoleon bersikap sopan, tertib, belum pernah dipidana, memiliki tanggungan keluarga, serta telah mengabdi sebagai anggota Polri selama lebih dari 30 tahun.

Napoleon  tidak terima dengan vonis tersebut dan langsung mengajukan upaya banding.

"Cukup sudah pelecehan martabat yang saya derita dari Juli tahun lalu sampai hari ini,” kata Napoleon saat persidangan.

“Saya lebih baik mati daripada martabat keluarga dilecehkan seperti ini,” ucap dia.

Baca juga: Irjen Napoleon Sebut Tak Ada Fakta yang Buktikan Keterlibatannya dalam Kasus Djoko Tjandra

Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) mengaku akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan majelis hakim.

Adapun dengan berbagai surat yang dibuat atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi pun menghapus Djoko Tjandra dari DPO.

Maka dari itu, Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia pada pertengahan tahun 2020 meski berstatus buron atas kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com