JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di masa pandemi Covid-19 meningkat cukup signifikan.
Hal tersebut terlihat dari laporan-laporan yang masuk ke sistem informasi online milik Kementerian PPPA (Simponi).
"Jadi memang secara siginfikan terjadi peningkatan kasus kekerasan perempuan dan anak pada masa pandemi," ujar Pribudiarta dalam Rapat Koordinasi Nasiona Penanggulangan Bencana tahun 2021, Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Hari Perempuan Internasional, Menteri PPPA Soroti soal Pemberdayaan dan Kesetaran Gender
Data Simponi menunjukkan, terdapat perbedaan cukup signifikan dari data sebelum pandemi pada 1 Januari - 28 Februari 2020 dan setelah pandemi berlangsung 29 Februari - 31 Desember 2020.
Sebelum pandemi, kata dia, ada 1.913 kasus kekerasan terhadap perempuan. Kemudian, saat pandemi terjadi peningkatan sebanyak lima kali menjadi lebih dari 5.500 kasus.
Sementara pada anak, peningkatan kasus juga terjadi cukup siginfikan.
Sebelum pandemi, ada 2.851 kasus kekerasan anak yang dilaporkan ke dalam Simponi dan meningkat menjadi lebih dari 7.190 kasus ketika pandemi.
Baca juga: Menteri PPPA Minta Dukungan Kemenkumham soal Pengesahan RUU PKS
Penyebab kekerasan baik kepada perempuan maupun anak itu pun beragam.
Kepada anak, kata dia, salah satunya disebabkan karena mereka kesulitan mencari alternatif tempat aman seperti sekolah ketika mendapatkan kekerasan di rumah.
Hal tersebut karena situasi pandemi membuat pembatasan aktivitas.
Begitu pun munculnya hoaks di media dapat berpotensi besar meningkatkan stres dan tekanan pada anak.
"Karena itu risiko mendapat kekerasan atau eksploitasi secara online saat ini jumlahnya cukup meningkat karena akses dan penggunaan internet yang lebih lama daripada kondisi biasa," kata dia.
Baca juga: RUU PKS Diharapkan Dapat Perkuat Pemberian Efek Jera kepada Pelaku Kejahatan Seksual
Sementara kekerasan terhadap perempuan antara lain disebabkan oleh akses ketidakpastian ekonomi, kehilangan pekerjaan, kondisi tempat tinggal yang terlalu padat, hingga beban rumah tangga yang menjadi lebih tinggi.
"Karena itu pekerjaan-pekerjaan tambahan seperti membimbing anak pada saat biasanya sekolah dapat materi langsung dari guru, sementara kita masih banyak sekali masalah dalam pengasuhan untuk menggantikan peran guru di sekolah yang kapasitasnya masih belum memenuhi syarat," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.