Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abhiram Singh Yadav, M.Sos
Pengamat Politik Hubungan Internasional

Pengamat Politik Hubungan Internasional | Ketua Umum Ikatan Alumni Magister Hubungan Internasional - Universitas Pelita Harapan

 

Gotong Royong Melawan Pandemi

Kompas.com - 21/02/2021, 21:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lebih jauh, perasaan sesungguhnya pemaknaan seni gotong-royong ini berbeda dengan penyebaran awareness secara umum, ketika gotong royong menjadi tindakan nyata secara bersama-sama dan menyeluruh.

Pemaknaan gotong-royong yang terbangun di Indonesia telah melalui proses sejarah yang panjang, ketika hubungan emosional antara negara dan masyarakat secara sukarela tidak dapat dipisahkan.

Lebih jauh, gotong-royong bukan hanya persoalan kecintaan terhadap kesehatan lingkungan sekitar tapi justru kesehatan sebagai bangsa secara utuh. Gotong royong juga menyadarkan bahwa makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan makhluk sosial lainnya.

Hal ini sangat relavan dalam penangulangan Covid-19 di Indonesia saat masyarakat perlu menyadari pentingnya menjalankan protokol kesehatan demi saling melindungi, membantu tetangga yang terinveksi Covid-19, hingga menjalankan langkah-langkah dari pemerintaah dalam menekan angka penyebaran virus Covid-19.

Meskipun masih terjadinya pelanggaran penerapan protokol kesehatan oleh oknum-oknum yang kurang bertanggunjawab, gotong-royong melawan pandemik Covid-19 di tingkat RT/RW nampaknya memiliki harapan agar terlaksana cukup baik dengan pola ciri kekhasaan, kelebihan dan juga kekurangan wilayahnya masing-masing. Hal inilah yang akhirnya menjadi tujuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro.

Keyakinan Pemerintah

Berbeda dengan negara-negara lain yang menerapkan kebijakan lockdown total, Indonesia mengimplimentasikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berserta keturunannya hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro dengan terus berupaya untuk makin diperketat.

Nampaknya Pemerintah memiliki keyakinan atas terwujudnya perasaan (feeling) terhadap identitas kesadaran gotong-royong masyarakat bersama aktor-aktor non-negara dalam sebuah kaloborasi secara bahu-membahu dalam penangulangan pandemik Covid-19 di seluruh Nusantara. Hal ini menjadi logis jika di pandang dari sudut antropologis dan geografis NKRI.

Premis di atas diperkuat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang kerap mengajak masyarakat untuk menjadi pahlawan kemanusiaan bagi keluarga dan bangsa dalam melawan Covid-19.

Senada dengan Pemerintah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) M Azis Syamsuddin meyakini bahwa melalui gotong-royong Indonesia akan mampu membuktikan kepada dunia akan kemampuan Indonesia dalam menangulangi Covid-19.

Harapan eksekutif dan legislatif itu pun ternyata menjadi harapan masyarakat, ketika dunia telah hidup berdampingan dengan Covid-19 hingga kini dan hanya dengan saling menjaga kita dapat bertahan hidup.

Persoalannya adalah, Covid-19 di Indonesia belum berhasil diredakan bahkan terus meningkat.

China berhasil memberi contoh pentingnya penerapan disiplin hukum. India memberi contoh pola komunikasi bahasa melalui sastra agar mudah dipahami masyarakat awam. Amerika Serikat berbenah dengan bercermin kepada ilmu pengetahuan.

Namun, masyarakat dan juga figur publik kita masih dalam semangat gotong-royong yang belum berhasil terkomunikasikan dengan pola inspiratif, disiplin yang masih mengesampingkan faktor ilmiah serta penegakan hukum yang mudah lelah.

Sekalipun demikian, pemerintah terlihat terus berbenah, berpacu mengupayakan metode-metode baru karena pandemi ini bukan hanya masalah kesehatan, tapi juga berdampak pada ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Hal ini dapat kita simak paska reshuffle kabinet yang memberi nuansa baru yang lebih tegas terhadap penggulangan pandemi hingga teladan Presiden Jokowi sebagai orang pertama yang divaksinasi vaksin Covid-19.

Terlepas dari segala perdebatan, usaha pemerintah patut diapresiasi, karena sesungguhnya belum ada metode tunggal yang berhasil di seluruh dunia. Pada akhirnya, pola penanggulangan pandemi di Indonesia akan kelak menjadi case study yang disandang dengan negara-negara lain.

Tantangan ke depan adalah bagaimana pemerintah menginspirasi dan menghargai peran aktor non-negara dan masyarakat dalam menjalankan kesadaran gotong-royong dalam implimentasi protokol kesehatan kedepan.

Apakah pemerintah akan menunggu pandemi untuk sepenuhnya teratasi? Atau mengapresiasi para tenaga kesehatan, dokter, aktor-aktor non-negara dalam suatu pola penghargaan segera sehingga menjadi inspirasi tersendiri dalam membangkitkan motivasi gotong-royong dan menekan angka penyebaran Covid-19?

Apakah kita akan memiliki tugu pahlawan pandemi Covid-19 sebagai sebuah inspirasi dalam menuntaskan sisa perang melawan virus ini? Sebagaimana kita ketahui, banyak di antara mereka telah gugur dalam menyelamatkan setiap jiwa manusia dan juga tentu keutuhan masa depan sebagai bangsa dan negara. (*Abhiram Singh Yadav, M.Sos | Pengamat Politik Hubungan Internasional |  Ketua Umum Ikatan Alumni Magister Hubungan Internasional - Universitas Pelita Harapan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com