Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Ungkap Urgensi RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal

Kompas.com - 18/02/2021, 11:20 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menyinggung soal pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK).

Percepatan pembahasan dan penerapan RUU PTUK itu termasuk salah satu hal yang dibahas oleh Dian ketika bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di kantor Kemenkumham, Senin (15/2/2021) lalu.

"Isu ini diangkat kembali, mengingat semakin tingginya berbagai tindak kejahatan, baik pencucian uang maupun terkait dengan pendanaan terorisme yang memiliki kecenderungan menggunakan modus transaksi secara tunai atau cash," kata Dian dalam keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Soal RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Ini Respon Apindo

Dian menuturkan, substansi dan urgensi RUU PTUK telah dikaji oleh PPATK sejak tahun 2011.

RUU itu memiliki dua substansi utama yakni, batasan nilai berikut pengecualian atas batasan nilai transaksi uang kartal serta pengawasan pembatasan transaksi uang kartal.

Dalam RUU tersebut, batasan nilai transaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan uang tunai maksimal sebesar Rp 100 juta.

Dengan begitu, orang yang mau bertransaksi di atas batasan nilai dimaksud wajib dilakukan secara non-tunai melalui penyedia jasa keuangan.

Kemudian, RUU ini juga mengatur 12 transaksi yang dikecualikan dari ketentuan pembatasan transaksi uang tunai serta terkait pengawasan penerapan RUU PTUK yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia.

Baca juga: BI: Kebutuhan Uang Kartal Saat Ramadhan dan Akhir Tahun Pengaruhi Likuiditas Bank

Dian mengungkapkan, RUU telah selesai dibahas di tingkat pemerintah pada tahun 2018, yang melibatkan pihaknya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM, Otoritas Jasa Keuangan, dan Sekretariat Negara.

RUU itu pun telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2015-2019 dan 2020-2024.

Meski sempat diusulkan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020 oleh Kemenkumham selaku wakil pemerintah, usulan itu tidak disetujui sehingga RUU PTUK tak dibahas di tahun 2020.

Padahal, merujuk pada riset PPATK terkait Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Pendanaan Terorisme 2020, transaksi tunai masih menjadi pilihan utama dalam hal pendanaan terorisme.

Baca juga: Ini Delapan Alasan PPATK Dorong Pembatasan Transaksi Uang Kartal

"Kecenderungan yang muncul adalah dengan melakukan penarikan tunai menggunakan cek dalam jumlah besar serta penarikan tunai menggunakan ATM dalam jumlah maksimal penarikan per hari atau menggunakan slip penarikan tunai oleh pemilik rekening di wilayah yang rawan terorisme," ungkap Dian.

Maka dari itu, PPATK menilai, pembatasan atas transaksi uang tunai dibutuhkan untuk mencegah kejahatan ekonomi seperti, narkoba, korupsi, maupun pendanaan terorisme.

Selain itu, peraturan tersebut juga dinilai dapat mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana dalam bertransaksi.

"Akan memberikan manfaat untuk pemerintah, antara lain menghemat jumlah uang yang harus dicetak, menghemat bahan baku uang, menghemat biaya penyimpanan (fisik) uang di Bank Indonesia, mengurangi peredaran uang palsu, mendidik dan mendorong masyarakat untuk menggunakan sistem pembayaran yang lebih aman dan mudah dalam bertransaksi," tutur Dian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com