Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla: Kalau Presiden Minta Dikritik, Apa Rambunya supaya Tak Ada Masalah?

Kompas.com - 18/02/2021, 08:49 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla meminta pemerintah mempertegas batasan-batasan kritik.

Jangan sampai, pihak yang menyampaikan kritik pada akhirnya justru dipersoalkan oleh pemegang kuasa.

Baca juga: Sindir Buzzer, Kalla: Pertanyaan Saya Sederhana, Bagaimana Caranya Mengkiritik?

Hal ini Kalla sampaikan merespons pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta agar publik lebih aktif mengkritik.

"Kalau pun minta dikritik, apa rambu-rambunya sehingga tidak ada masalah? Jadi batasan apa yang boleh dan tidak boleh. Itu saja," kata Kalla dalam Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu (17/2/2021).

Kalla mengaku paham bahwa batasan kritik sejatinya telah diatur dalam undang-undang.

Namun, ia menyebut, tak semua masyarakat membaca dan hafal UU. Oleh karena itu, menurut dia, diperlukan rambu yang tegas terkait hal itu.

"Ya dikasih lah rambu-rambunya yang lebih ringkas supaya jangan orang masuk dalam masalah," kata Kalla.

Baca juga: Kalla, Mahfud, dan Cara Mengkritik Pemerintah...

Menurut Kalla, saat ini banyak pihak takut untuk menyampaikan kritik. Sebab, ketika kritik disampaikan melalui sosial media misalnya, pengkritik kerap mendapat rundungan bahkan makian dari "buzzer".

Sebagian pihak lain takut mengkritik karena khawatir dipolisikan dan kehilangan jabatan atau pekerjaan.

Oleh karena itu, Kalla ingin pemerintah membuat penegasan tentang batasan-batasan kritik.

Ia juga mendukung wacana Presiden Jokowi yang membuka peluang direvisinya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hal ini, kata dia, demi mewujudkan kehidupan berdemokrasi yang lebih baik.

"Kita sudah memilih demokrasi sebagai cara dalam pemerintahan. Kita jalankan sebaik-baiknya itu dengan check and balance-nya," ucap Kalla.

"Dan jangan terlalu curiga kepada orang, terutama orang-orang sekitar. Jangan ada apa-apa curiga, curiga, jangan terlalu baperlah membawa perasaan," kata dia. 

Baca juga: Tanggapi Menkominfo, Praktisi Hukum: Pedoman Interpretasi UU ITE Bukan Produk Hukum

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah.

Pada saat bersamaan, ia juga meminta penyelenggara layanan publik terus meningkatkan kinerja.

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Jokowi dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).

Belakangan, Jokowi melempar wacana revisi pasal-pasal karet dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Jokowi mengaku akan meminta DPR merevisi UU tersebut jika implementasinya tidak berjalan dengan adil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com