Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Pemidanaan Maksimal dan Pemiskinan Sudah Beri Efek Jera Edhy Prabowo dan Juliari Batubara

Kompas.com - 18/02/2021, 10:50 WIB
Irfan Kamil,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, ICW pada dasarnya memahami tuntutan publik yang menginginkan dua mantan menteri, yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari Batubara untuk dapat dituntut hukuman mati.

Sebab, praktik korupsi yang dilakukan kedua menteri tersebut dinilai keji dan terjadi di tengah kondisi ekonomi negara maupun masyarakat sedang merosot tajam karena pandemi Covid-19.

"Yang penting untuk dijadikan catatan, dua orang penyelenggara negara tersebut tidak atau belum disangka dengan pasal tentang kerugian negara, melainkan baru terkait penerimaan suap (Pasal 11 dan/atau Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Wacana Tuntutan Mati Edhy Prabowo dan Juliari Batubara: Kata KPK, Parpol, dan Mantan Pimpinan

Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima dugaan suap izin ekspor benih lobster. Sedangkan, Juliari Batubara adalah tersangka dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Usulan hukuman mati kepada Edhy dan Juliari dimunculkan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej.

Kurnia berpendapat, hukuman mati pada dasarnya hanya diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

ICW menilai, efek jera juga bisa dikenakan tanpa harus melakukan hukuman mati.

"ICW beranggapan pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara maksimal (seumur hidup) serta diikuti pemiskinan koruptor (pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang Anti Pencucian Uang)," ucap Kurnia.

Baca juga: Abraham Samad Nilai Wacana Hukuman Mati untuk Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Bisa Beri Efek Jera

Untuk hukuman mati sendiri, kata Kurnia, ICW menitikberatkan pada dua hal. Pertama, praktik itu bertentangan dengan hak asasi manusia.

Kedua, sampai saat ini, belum ditemukan adanya korelasi konkret pengenaan hukuman mati dengan menurunnya jumlah perkara korupsi di suatu negara.

ICW berpandangan, untuk saat ini, lebih baik fokus perhatian diletakkan pada penanganan perkaranya saja.

"Misalnya, untuk perkara yang menjerat Juliari, alih-alih mengenakan Pasal terkait Kerugian Negara, sampai saat ini saja KPK seperti enggan atau takut untuk memproses atau memanggil beberapa orang yang sebenarnya berpotensi kuat menjadi saksi," kata Kurnia.

"Maka dari itu, daripada berbicara mengenai tuntutan hukuman mati, lebih baik pemerintah mendorong agar KPK berani untuk membongkar tuntas dua perkara tersebut," ucap dia.

Baca juga: Edhy Prabowo Dinilai Wamenkumham Layak Dihukum Mati, Gerindra: Jangan Spekulasi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com