Lantas, mengapa hasil negatif tidak dimasukkan?
Budi menyampaikan, setelah pihaknya melakukan pengecekan ke sejumlah rumah sakit (RS) dan laboratorium, ditemukan jumlah data terlalu banyak.
"Lalu user interface memasukkan ke sistem aplikasi kita masih rumit. Maka itu mengakibatkan banyak laboratorium yang memasukkan data hasil pemeriksaan yang positif dulu," ujar Budi.
"Sehingga hasil pemeriksaan negatif tidak dimasukkan. Sebab lainnya, pemeriksaan positif dicatat agar segera bisa diisolasi. Ini mengakibatkan positivity rate naik," kata dia.
Baca juga: Positivity Rate Covid-19 di Depok Capai 43 Persen
Untuk mengatasi hal ini, Kemenkes sudah memperbaiki user intercafe untuk aplikasi testing ini agar ke depannya memudahkan semua laboratorium, RS, dan semua fasilitas kesehatan memasukkan data hasil pemeriksaan.
Budi menyebut ke depannya, aplikasi bisa diisi secara otomatis atau bisa juga dengan Microsoft Excel.
Jumlah pemeriksaan kurang
Budi melanjutkan, penyebab kedua adalah ada kemungkinan jumlah pemeriksaan atau testing Covid-19 masih kurang.
Sementara itu, kasus positif di masyarakat sebenarnya banyak.
Untuk memastikan kondisi di lapangan, Kemenkes menyebut akan memperbanyak pemeriksaan dengan rapid test antigen.
"Agar kita bisa lebih cepat dan lebih banyak mendeteksi kasus positif, sehingga kita akan lebih cepat tahu apalah orang itu positif atau tidak," kata Budi.
"Dengan makin meluasnya cakupan pemeriksaan, kami harap ini bisa lebih meggambarkan keadaan sebenarnya," ucap dia.
Kendala di laboratorium
Ketiga, Budi menyebut masih banyak laboratorium yang belum konsisten memasukkan laporan hasil pemeriksaan mereka.
Akibatnya, ada data yang terlambat dilaporkan atau mengalami penumpukan.
Baca juga: Menkes Akui Ada Kendala Pelaporan Data Covid-19 dari Laboratorium
Kondisi ini pun mempengaruhi tingginya positivity rate.
Untuk mengatasi hal itu, Kemenkes akan meningkatkan komunikasi dengan laboratorium seluruh Indonesia.
"Kami ingin pastikan data yang dilaporkan lengkap dan ontime. Jadi jangan tertunda terlalu lama sehingga kita bisa lihat positivity rate sebenarnya untuk mengambil kebijakan lebih cepat," ucap Budi.