Salin Artikel

Tingginya Positivity Rate Covid-19 dan Penjelasan Menkes Budi Gunadi

Sebab, angka positivity rate Indonesia yang berada di atas 10 persen dan melebihi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Adapun batas positivity rate standar WHO sebesar lima persen.

Terkait hal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan penjelasan khusus.

Dalam konferensi pers secara virtual pada Rabu (17/2/2021), Budi mengakui bahwa positivity rate Covid-19 di Indonesia saat ini sangat tinggi.

Dia pun menyebut kondisi ini abnormal dan diduga disebabkan sejumlah faktor.

"Kapan ini (pandemi) akan selesai? Buat saya masih terlalu dini untuk saya berikan kesimpulan. Kenapa? Karena data positivity rate kita abnormal, tinggi sekali," ujar Budi dalam siaran konferensi pers di YouTube Kementerian Kesehatan, Rabu.

Adapun positivity rate merupakan persentase yang didapatkan dari jumlah kasus harian dibagi dengan jumlah pemeriksaan harian dan dikalikan dengan 100.

Menurut Budi, ada tiga kemungkinan yang menyebabkan angka positivity rate di Indonesia tinggi.

Budi menyebut ketiganya sebagai hipotesis yang harus segera dipastikan.

"Memang perlu kami sampaikan di sini bahwa ada beberapa hal juga yang secara jujur kami lihat masih terjadi dan perlu perbaikan," ujar Budi.

"Ada sejumlah hipotesis yang kami harus cek lagi dan kami janji akan segera sampaikan ke teman-teman setelah hasilnya keluar," kata dia.

Budi lantas menjelaskan tiga hipotesis yang perlu dibuktikan itu.

Hasil tes tak semua dicatat

Pertama, Kemenkes mengamati bahwa banyak data dari hasil tes swab PCR jika hasilnya negatif, tidak langsung dikirim ke sistem data pusat, sehingga, data yang diterima Kemenkes lebih banyak merupakan data kasus positif Covid-19.

Lantas, mengapa hasil negatif tidak dimasukkan?

Budi menyampaikan, setelah pihaknya melakukan pengecekan ke sejumlah rumah sakit (RS) dan laboratorium, ditemukan jumlah data terlalu banyak.

"Lalu user interface memasukkan ke sistem aplikasi kita masih rumit. Maka itu mengakibatkan banyak laboratorium yang memasukkan data hasil pemeriksaan yang positif dulu," ujar Budi.

"Sehingga hasil pemeriksaan negatif tidak dimasukkan. Sebab lainnya, pemeriksaan positif dicatat agar segera bisa diisolasi. Ini mengakibatkan positivity rate naik," kata dia.

Untuk mengatasi hal ini, Kemenkes sudah memperbaiki user intercafe untuk aplikasi testing ini agar ke depannya memudahkan semua laboratorium, RS, dan semua fasilitas kesehatan memasukkan data hasil pemeriksaan.

Budi menyebut ke depannya, aplikasi bisa diisi secara otomatis atau bisa juga dengan Microsoft Excel.

Jumlah pemeriksaan kurang

Budi melanjutkan, penyebab kedua adalah ada kemungkinan jumlah pemeriksaan atau testing Covid-19 masih kurang.

Sementara itu, kasus positif di masyarakat sebenarnya banyak.

Untuk memastikan kondisi di lapangan, Kemenkes menyebut akan memperbanyak pemeriksaan dengan rapid test antigen.

"Agar kita bisa lebih cepat dan lebih banyak mendeteksi kasus positif, sehingga kita akan lebih cepat tahu apalah orang itu positif atau tidak," kata Budi.

"Dengan makin meluasnya cakupan pemeriksaan, kami harap ini bisa lebih meggambarkan keadaan sebenarnya," ucap dia. 

Kendala di laboratorium

Ketiga, Budi menyebut masih banyak laboratorium yang belum konsisten memasukkan laporan hasil pemeriksaan mereka.

Akibatnya, ada data yang terlambat dilaporkan atau mengalami penumpukan.

Kondisi ini pun mempengaruhi tingginya positivity rate.

Untuk mengatasi hal itu, Kemenkes akan meningkatkan komunikasi dengan laboratorium seluruh Indonesia.

"Kami ingin pastikan data yang dilaporkan lengkap dan ontime. Jadi jangan tertunda terlalu lama sehingga kita bisa lihat positivity rate sebenarnya untuk mengambil kebijakan lebih cepat," ucap Budi.


https://nasional.kompas.com/read/2021/02/18/10093601/tingginya-positivity-rate-covid-19-dan-penjelasan-menkes-budi-gunadi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke