Sementara, Eriko mengungkapkan bahwa utang luar negeri Indonesia masih berada di bawah 40 persen.
"Indonesia GDP-nya itu 1,1 triliun dollar AS. Utangnya kurang lebih 400 milyar dollar AS, berarti kurang lebih masih di bawah 40 persen dari GDP. Sedangkan yang dikatakan kondisi itu sudah lampu merah kalau dia sudah di atas 80 persen dari GDP," terang dia.
Oleh karena itu, ia berpandangan bahwa dari segi kriteria atau segi aturan yang dipakai internasional, kondisi utang Indonesia belum termasuk berbahaya.
Baca juga: Membandingkan Utang Luar Negeri RI di Era Jokowi dan SBY
Eriko membandingkan kondisi utang Indonesia dengan beberapa negara di antaranya Amerika dan Jepang.
Menurutnya, dua negara tersebut memiliki utang di atas 100 persen dari GDP. Untuk beberapa negara Eropa, kata dia, utangnya sudah berada di atas 80 persen.
Sebelumnya, BI melaporkan utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 tercatat sebesar 417,5 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 5.803,2 triliun (kurs Rp 13.900 per dollar AS).
Utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 berada pada posisi lebih tinggi dibandingkan akhir kuartal III yang sebesar 413,4 miliar dollar AS.
Besaran utang itu terdiri dari utang luar negeri (ULN) sektor publik pada akhir kuartal IV 2020, yakni pemerintah dan bank sentral, sebesar 209,2 miliar dollar AS atau Rp 2.907 triliun dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar 208,3 miliar dollar AS atau Rp 2.895 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.